Sukses

DPR Usul Minuman Berpemanis hingga Bahan Bakar Dikenai Cukai

Dengan kenaikan cukai, kemungkinan besar industri rokok akan memangkas produksi yang akan berakibat kepada PHK.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah perlu menambah obyek penarikan cukai untuk menggenjot penerimaan negara. Selama ini, pemerintah hanya bertumpu pada cukai rokok. Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR Misbakhun dalam gelaran diskusi di Kementerian Perindustrian.

"Karena dalam struktur kita baru ada tiga. Tembakau, minuman beralkohol, etil alkohol ini yang harus ditambahkan," kata dia di Jakarta, Selasa (22/9/2015).

Dia menuturkan, angka tersebut sangat minum. Pihaknya menuturkan bahkan negara lain ada yang menetapkan objek cukai mencapai 20 barang.

Adapun dalam usulannya, Misbakhun mengatakan ada beberapa komoditas yang mesti dikenaikan cukai. Di antaranya, minuman berpemanis, baterai, ban, dan bahan bakar.

"Minuman berpemanis itu diabetes. Baterai itu mengenai isu lingkungan recycle, ban juga recycle, bahan bakar alasan lingkungan," ujarnya.

Di samping itu, pihaknya juga menyayangkan rencana pemerintah untuk menaikan cukai rokok. Lantaran itu berpotensi akan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dengan kenaikan cukai, dia menuturkan kemungkinan industri rokok akan memangkas produksi. Dampak dari pemangkasan produksi tersebut justru akan diterima kembali oleh pemerintah.

"Kurangi produksi mau tak mau penerimaan negara dari cukai turun," tandas dia.

Sebelumnya, pengusaha rokok menegaskan penolakan terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2015 yang antara lain berisi penghapusan fasilitas penundaan pembayaran pita cukai melalui mekanisme pencepatan pembayaran tahun berjalan. Penolakan ini dilakukan karena hal tersebut bakal memberatkan industri.

Apalagi saat ini pemerintah juga menargetkan pajak terlalu tinggi sehingga salah satunya mengincar kenaikan cukai pada industri hasil tembakau (IHT).

Tahun ini pemerintah menargetkan bisa meraih cukai sebesar Rp 120 triliun, tahun depan industri harus setor cukai sebesar Rp 148,9 triliun, atau naik sebesar 23,5 persen. IHT semakin kelabakan karena Kemenkeu juga merilis Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2015.

“Aturan ini sangat dipaksakan dan tidak realistis,” keluh Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran. (Amd/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini