Sukses

Hindari PHK, Buruh Minta Pemerintah Perbaiki Kondisi Ekonomi

Saat ini PHK yang sudah terjadi mencapai 100 ribu pekerja.

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah memperbaiki kondisi perekonomian nasional. Hal tersebut untuk menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, PHK yang terjadi disebabkan oleh dua hal yaitu gejolak ekonomi dan pelemahan rupiah, namun kedua kondisi tersebut belum berpotensi membuat PHK saat ini.

"Tapi ada PHK akibat gejolak ekonomi dan konsumsi yang rendah itu benar, bagaimana PHK tadi kami sudah mengukur potensi ini belum tentu," kata Said, di Jakarta, Senin (28/9/2015).

Karena itu, ia meminta pemerintah memperbaiki gejolak ekonomi agar PHK tidak terjadi. Selain itu pemerintah juga diminta untuk menurunkan harga barang agar konsumsin meningkat. "Melambatnya ekonomi karena konsumsi rendah kalau turun harga barang," tuturnya.

Ia menambahkan, saat ini PHK yang sudah terjadi mencapai 100 ribu pekerja, tidak seperti yang dikabarkan selama ini sebesar 667 ribu pekerja, PHK disebabkan oleh pabrik tempat pekerja gulung tikar.

"Kemudian dipertanyakan PHK besar-besaran. Data 100 ribu ada PHK kategori perusahaan tutup total yang tutup total karyawan di PHK, perusahaan tidak tutup tapi ada rasionalisasi, ketiga potensi PHK. Yang PHK tak sebanyak yang dilansir Sofyan Wanandi 667 ribu PHK itu bohong," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat mengatakan bahwa perlambatan ekonomi berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. Alhasil, banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), salah satunya di sektor tekstil dan produk tekstil. Sekitar 36.000 karyawan dirumahkan karena kondisi ini.

Salah satu yang sektor terkena dampak besar akibat turunnya daya beli masyarakat adalah sektor padat karya, yang menggantungkan penjualan produknya di pasar dalam negeri.

"Iya biasa laah kalau kondisi begini pasar dalam negeri tak mampu mengangkat ya dirumahkan karyawannya," ujarnya.

Ade mengatakan, perusahaan harus berupaya ekstra keras di tengah kondisi seperti saat ini. Jika tak mampu bertahan, maka merumahakan karyawan terpaksa harus dilakukan agar bisnis terus berlanjut.

"Sudah dari November 2014 daya beli masyarakat ini turun. Yang kesulitan adalah yang oreintasi pasar dalam negeri. Kalau yang ekspor tidak," katanya.

Dia juga mengatakan, di kala perusahaan tengah berjibaku menghadapi situasi sulit saat ini, produk impor pun masih banjir dan menambah beban perusahaan. (Pew/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini