Sukses

Ratusan Buruh Tambang di Bengkulu Kena PHK

Merosotnya nilai tukar rupiah dan harga batu bara yang anjlok menyebabkan PHK di sektor tambang.

Liputan6.com, Bengkulu - Terus merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berdampak pada kondisi operasional pertambangan batu bara di Bengkulu. Ribuan karyawan pertambangan dalam sepekan terakhir mulai dirumahkan. Sebagian besar bahkan dilakukan pemecatan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Bupati Bengkulu Utara Imron Rosyadi mengatakan, saat ini setidaknya ada 12 perusahaan baik itu pertambangan, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengelolaan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sudah melakukan langkah merumahkan karyawan.

“Kita minta mereka tidak memecat atau mem-PHK karyawan. Jika dirumahkan sebaiknya hak-hak pekerja tetap dibayarkan dan dijamin akan dipekerjakan kembali jika kondisi perekonomian perusahaan sudah stabil,” ujar Imron di Bengkulu, Senin (5/10/2015).

Sebelumnya, perusahaan pertambangan PT Inti Bara Perdana (IBP) memecat 125 karyawannya. Direktur Operasional PT IBP, Sutarman menerangkan, pemecatan dilakukan akibat terpuruknya harga batu bara saat ini.

"Dampak anjloknya harga batu bara sangat terasa, apalagi semakin hari harga semakin turun. Supaya perusahaan ini tetap berjalan, kami harus melakukan efisiensi dan salah satunya memberhentikan sebagian pekerja," ujar Sutarman.

Total pekerja di perusahaan tersebut sebanyak 800 orang, yang menyebabkan beban operasional perusahaan menjadi sangat tinggi. Sementara harga batu bara terus anjlok sehingga kebijakan memberhentikan 125 pekerja dinilai tepat.

Pihaknya mengaku sama sekali tidak suka melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena itu bukanlah langkah yang baik. Akan tetapi langkah yang tidak baik itu dinilai tepat demi keberlangsungan perusahaan agar tidak terus merugi dan bisa tetap bertahan.

"Kami bisa katakan, perusahaan tambang lain juga pasti mengambil langkah yang sama. Informasi yang kami dengar, hampir seluruh perusahaan tambang pasti melakukan pemecatan guna melakukan efisiensi," jelasnya.

Sejauh ini, perusahaan hanya bisa menimbun [batu bara](2307049 "") hasil produksinya. Karena jika dijual, tetap saja tidak mampu untuk menutupi biaya operasional perusahaan.

Dia mengatakan, jika ada yang terjual, menurutnya itu terhitung modal agar perusahaan terus bisa beroperasi.

Pengusaha dari China yang selama ini membeli batu bara dari Indonesia, tak terkecuali Bengkulu, mulai beralih membeli dari negara-negara di Afrika.

"Untuk batu bara high calorie, dulu harga per tonnya bisa mencapai US$ 60-70 ribu. Namun sekarang hanya US$ 55 ribu setiap tonnya. Sementara batu bara yang low calorie, saat ini sama sekali tidak menguntungkan untuk dijual," pungkas Sutarman. (Yuliardi Hardjo Putro/Zul)*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.