Sukses

Alasan Orang RI Suka Simpan Uang di Luar Negeri

Sejumlah negara menawarkan tarif pajak rendah menjadi salah satu hal menarik orang Indonesia dan perusahaan asing untuk parkir dananya.

Liputan6.com, Jakarta - Singapura, Swiss, negara kecil di Eropa Luxemburg sampai Cayman Islands adalah beberapa negara dan wilayah yang menjadi surga bagi orang Indonesia maupun perusahaan asing menyimpan uang atau hartanya.

Alasannya karena negara tersebut menjanjikan tarif pajak serendah-rendahnya dan keamanan bagi pemilik dana. Pengamat Perpajakan Universitas Indonesia (UI), Ruston Tambunan mengungkapkan, selain Singapura, ada beberapa negara dan wilayah yang tersohor sebagai tempat paling aman untuk menyimpan uang maupun hartanya, termasuk hasil dari kejahatan seperti narkotika dan korupsi.

"Contohnya Swiss, Cayman Island, dan Luxemburg. Bukan cuma pengusaha yang taruh uangnya di sana, tapi dari hasil narkoba, korupsi kejahatan lain juga. Zaman orde baru uang korupsi banyak, pasti ada yang disimpan di sana," tegas dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (20/10/2015).

Ruston menilai, orang Indonesia maupun perusahaan asing mempercayakan dananya diparkir di negara tersebut bukan tanpa alasan. Dia menjelaskan, negara-negara tersebut menawarkan tarif pajak rendah, bahkan sampai nol persen. Di samping itu, mereka berani menjanjikan keamanan dan menjamin kerahasiaan data pemilik dana.

Untuk diketahui, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan di Singapura hanya sebesar 17 persen; Hongkong 16,5 persen; Swiss 17,92 persen; dan negara tax heaven countries Cayman Islands yang membebaskan pungutan pajak perusahaan alias nol persen.

"Hong Kong awalnya juga jadi surga pajak buat mereka, tapi sekarang mulai berubah jadi kooperatif. Minta data tidak dikasih, tapi sekarang Hong Kong sudah mau ikut tren karena ke depan semua negara terutama negara G-20 harus bertukar data nasabah," papar Ruston.

Berdasarkan data McKinsey, Ruston mengatakan, ada kurang lebih Rp 3.000 triliun harta orang Indonesia yang disimpan di Singapura. Negeri Singa ini jor-joran memberikan insentif pajak bagi investor asing yang menempatkan kantor pusat atau regional usaha dan mempekerjakan warga Singapura.   

"Saya dengar dari McKinsey Rp 3.000 triliun harta orang Indonesia di Singapura. Itu dalam bentuk aktiva produktif, yakni hasil keuntungan perusahaan di Indonesia yang diinvestasikan di luar negeri," ujar Ruston.

Dengan program pengampunan pajak tarif rendah, Ruston optimistis pengusaha asing maupun orang Indonesia yang selama ini menyimpan dananya di luar negeri, bisa ditarik ke negara ini dengan potensi penerimaan cukup besar.

"Kalau dari Rp 3.000 triliun, sebesar 40 persennya atau Rp 1.200 triliun saja masuk ke Indonesia dan dipungut tarif pajak 3 persen, maka Rp 36 triliun akan masuk ke penerimaan negara," jelas Ruston.

Selain melalui pengampunan pajak (tax amnesty), pemerintah Indonesia sedang menggodok diskon Pajak Penghasilan Badan menjadi 18 persen. Salah satu tujuannya sama dengan tax amnesty, yakni menarik investor untuk memarkirkan dananya di Indonesia.

"Tapi sejak 1994, 2008, kita sudah menurunkan tarif PPh Badan. Hasilnya tetap tidak mendorong investasi, dan sekarang mau diturunkan lagi," kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo.

Meskipun tarif PPh Badan dipangkas menjadi 18 persen, dia meyakini Indonesia akan tetap kalah dengan negara lain, seperti Singapura. Negeri Singa ini menerapkan tarif PPh Badan 17 persen saat ini.

"Singapura bukan takut dengan tarif rendah karena mereka main di tax insentif mengingat Singapura menjadi negara tujuan profit shifting. PPh Badan mereka saja sudah dikenakan tarif rendah 17 persen, belum lagi mereka punya 6 sektor unggulan yang bebas pajak," papar Ruston.

Yustinus mencontohkan, jika perusahaan berani investasi di Singapura Rp 100 miliar misalnya, maka pemerintah setempat akan memberikan pengurangan pajak yang jauh melebihi nilai investasi tersebut. Dengan kata lain, si penanam modal dibebaskan dari pungutan pajak.

"Kalau investasi katakanlah Rp 100 miliar, maka Singapura bisa memberikan pengurangan pajak sampai Rp 400 miliar. Itu artinya tidak bayar pajak. Grup Lippo misalnya, melakukan strategi bisnis pelan-pelan ke Singapura. Jadi bukan main di tarif karena kita tetap akan kalah dari Singapura," terang Yustinus. (Fik/Ahm)*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini