Sukses

AirNav Indonesia Pasang Alat Navigasi Baru di 13 Bandara

Lima bandara yang dipasang ILS baru saat ini masih menggunakan VOR maupun NDB.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau dikenal dengan AirNav Indonesia akan memasang Instrumen Landing System (ILS) di 13 Bandara. Rinciannya, delapan bandara melakukan penggantian ILS, sementara lima bandara lain untuk pertama kalinya dipasang ILS. Pemasangan ILS di 13 Bandara tersebut akan dilakukan pada tahun ini hingga tahun depan.

Lima bandara yang dipasang ILS adalah Bandara Sultan Thaha di Jambi, Bandara Raden Inten II di Lampung, Bandara Saumlaki di Saumlaki, Bandara Samarinda Baru di Samarinda dan Bandara Langgur di Langgur. Sedangkan delapan bandara yang melakukan pergantian ILS adalah Bandara Adi Sumarmo di Solo, Bandara Sepinggan di Balikpapan, Bandara Frans Kasiepo di Biak, Bandara El Tari di Kupang, Bandara Sultan SK II di Pekanbaru, Bandara Sultan MB II di Palembang, Bandara Soekarno Hatta di Jakarta dan Bandara Supadio di Pontianak.

Direktur Utama AirNav Indonesia, Bambang Tjahjono menyatakan, pemasangan ILS ini merupakan langkah AirNav untuk meningkatkan layanan navigasi penerbangan kepada pengguna jasa dan masyarakat.

“Seiring dengan pertumbuhan dunia penerbangan, maka AirNav memasang ILS di sejumlah bandara yang memenuhi ketentuan dan persyaratan untuk dipasang ILS,” ujar Bambang Tjahjono dalam keterangannya, Rabu (4/11/2015).

Selain itu, AirNav juga melakukan perbaikan ILS di 16 bandara. Bambang menyampaikan, untuk pemasangan ILS di 13 bandara, AirNav menyiapkan anggaran sebesar Rp169 miliar.

Bambang menjelaskan, lima bandara yang dipasang ILS baru saat ini masih menggunakan VOR maupun NDB. Untuk diketahui, Instrument Landing System (ILS) adalah peralatan navigasi yang berfungsi untuk memberikan informasi mengenai arah kepada pilot pada saat mendekati landasan (runway) dengan tingkat ketelitian yang tinggi.

Dengan perubahan dari VOR maupun NDB ke ILS, maka jarak pandang minimum yang dibutuhkan untuk melakukan pendaratan akan lebih rendah.

Dijelaskan Bambang, saat pesawat akan melakukan pendaratan, ada jarak pandang minimum yang ditetapkan. Bila VOR dan NDB mensyaratkan jarak pandang yang lebih tinggi, umumnya di atas 1.500 meter, maka ILS mensyaratkan jarak pandang yang lebih rendah, biasanya di kisaran 800 meter.

Sehingga jika ada gangguan asap seperti saat ini, maka pesawat masih bisa melakukan pendaratan, dengan catatan jarak pandang masih di atas ketentuan minimum. “Saat ini semua sedang berjalan, ada yang sudah kontrak, ada yang baru mulai. Kita targetkan 13 bandara tersebut sudah terpasang ILSnya pada tahun depan,” ujar Bambang.

Sementara itu Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Suprasetyo menyatakan, Kementerian Perhubungan mendukung langkah AirNav untuk memasang ILS di bandara-bandara tersebut. Menurutnya, dengan pemasangan ILS maka gangguan penerbangan akibat kabut asap seperti yang terjadi saat ini dapat diminimalkan.

“Kalau misalnya jarak pandang 1.200 meter, jika bandara masih menggunakan VOR ataupun NDB maka pesawat tidak bisa melakukan pendaratan. Tapi kalau sudah ada ILS maka bisa melakukan pendaratan,” tutur Suprasetyo.

Dirjen menambahkan, pihaknya akan terus mendorong AirNav untuk menambah jumlah bandara yang menggunakan ILS. Namun, Suprasetyo menjelaskan, pemasangan ILS tidak hanya tergantung pada Airnav sebagai penyedia layanan navigasi penerbangan.

“Tetapi juga ada peran bandara, sebab untuk memasang ILS juga ada sejumlah peraturan ICAO maupun peraturan regulasi nasional. Misalnya panjang landasan bandara dan aspek-aspek lainnya. Jadi ini sinergi antara AirNav dengan operator bandara,” papar Suprasetyo. (Yas/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini