Sukses

Ini Biang Kerok Penyebab Bengkaknya Subsidi Listrik

di periode 2003 dan 2004 penerapan subsidi listrik berjalan tepat sasaran dengan skema tertentu.

 

Liputan6.com, Sentul - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui, alokasi anggaran subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hampir setiap tahun mengalami peningkatan. Pembengkakan anggaran mulai terjadi sejak 2005 sampai 2013, dan sejak saat itu mulai dilakukan reformasi fiskal dengan perlahan memangkas subsidi listrik.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani mengungkapkan, pagu anggaran subsidi listrik pernah mencapai Rp 3 triliun-Rp 4 triliun di periode 2003 dan 2004. Saat itu, diakuinya penerapan subsidi listrik berjalan tepat sasaran dengan skema tertentu.

"Anggaran Rp 3 triliun-Rp 4 triliun karena subsidi yang diberikan selektif untuk golongan 450 VA. Penggunaan Kilowatt per hour (Kwh) yang disubsidi sampai 60 Kwh," ujarnya dalam Pelatihan Wartawan di Sentul Bogor, Jawa Barat, Sabtu (6/11/2015).

Sayangnya kondisi tersebut tidak berlangsung lama. Mulai 2005, dilanjutkan Askolani, anggaran subsidi listrik naik cukup signifikan akibat melonjaknya harga minyak dunia yang berpengaruh pada ongkos atau beban biaya produksi PT PLN (Persero).

"Karena harga minyak dunia naik tajam, pemerintah terpaksa memperbesar subsidi ke semua golongan. Jika tidak, mereka akan mengalami kenaikan tarif listrik sangat signifikan di periode itu," paparnya.

Dengan kebijakan itu, dikatakan Askolani, banyak orang kaya dan industri skala besar ikut menikmati subsidi listrik, sehingga tidak tepat sasaran sampai sekarang. Sehingga pemerintah akan mengarahkan subsidi bagi pelanggan listrik kategori miskin dan rentan miskin atau kalangan yang membutuhkan.

"Makanya kita cabut subsidi listrik untuk sebagian pelanggan golongan 450 VA-900 VA. Jadi penerima subsidi dikurangi dari 40 juta lebih pelanggan menjadi 30 juta lebih. Karena banyak pengguna 900 VA pemilik apartemen, konsumen mampu, jadi tidak selektif penerima subsidinya," terangnya.

Pemerintah, diakui Askolani akan tetap memberikan subsidi bagi pelanggan golongan 450 VA karena mereka masuk kategori rakyat miskin. Reformasi belanja subsidi ini akan dijalankan pada 2016, meskipun pemotongan anggaran sudah mulai dilakukan sejak 2013.

"Tapi arahan Presiden kepada PLN dan Kementerian ESDM untuk mengecek ulang dan mensortir betul-betul secara tepat siapa saja yang layak mendapatkan subsidi dan yang dicabut. Ini untuk keadilan, karena pemerintah ingin penikmat subsidi memang dia yang tidak mampu dan UMKM," jelasnya.

Ia mengatakan, pemerintah sudah mempunyai skema penyaluran subsidi yang lebih tepat sasaran sehingga model ini dapat diterapkan pada tahun-tahun mendatang. Pertama, lanjut Askolani dengan pola tarif saat ini dan kedua, dalam bentuk subsidi uang tunai (cash).

"Kalau untuk yang cash, wacananya sudah tahun ini. Untuk pelanggan miskin, uang tunai ini bisa membantu mereka membayar subsidi listrik. Jadi nanti akan mendapatkan kartu berisi uang dan dibagikan kepada masyarakat miskin yang datanya dari BPS dan Kementerian Sosial," terang Askolani.

Untuk diketahui, subsidi listrik dalam APBN tahun anggaran 2013 sebesar Rp 3,61 triliun, lalu turun menjadi Rp 3,31 triliun pada 2004. Kemudian membengkak di 2005 dengan alokasi Rp 10,64 triliun, semakin membesar menjadi Rp 33,90 triliun pada 2006. Lalu 2008 menjadi Rp 78,58 triliun dan sempat turun menjadi Rp 53,72 triliun dan Rp 58,11 triliun pada 2009-2010.

Namun anggaran subsidi listrik harus kembali melonjak menjadi Rp 93,18 triliun di 2011 dan semakin membengkak jadi Rp 103,33 triliun di 2012. Kemudian perlahan turun menjadi Rp 101,21 triliun pada 2013, Rp 99,30 triliun pada 2014 dan semakin mengecil anggaran subsidi listrik Rp 66,15 triliun di 2015. Tahun depan, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi listrik Rp 38,39 triliun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini