Sukses

Harga Minyak Jatuh Menuju US$ 40 per Barel

Permintaan minyak global akan melambat menjadi 1,2 juta barel per hari pada 2016

Liputan6.com, New York - Harga minyak Amerika Serikat (AS) merosot mendekati US$ 40 per barel pada Jumat (Sabtu pagi WIB), merespons tanda-tanda meningkatnya persediaan minyak di tengah anjloknya permintaan, terutama di China.

Tak hanya minyak, kondisi ini juga memukul sejumlah komoditas lainnya mulai dari kopi hingga tembaga. S&P GSCI, indeks yang melacak harga 24 komoditas, mencatat adanya penurunan harga sekitar 4,1 persen pada minggu lalu, ditutup pada level terendah sejak akhir Agustus.

Dilansir dari Wall Street Journal, Sabtu (14/11/2015), aksi jual dalam beberapa minggu terakhir telah menggoyahkan stabilitas di pasar komoditas dipicu sebuah kebingungan pada data ekonomi China yang mengecewakan, konsumen utama komoditas dunia.

Pada saat yang sama, muncul indikasi baru yang menunjukkan pasokan minyak akan tetap melimpah dalam jangka waktu lebih lama dari harapan banyak investor.

Faktor lainnya adalah penguatan dolar AS, yang mendorong produsen di luar AS untuk meningkatkan penjualan, sementara kekhawatiran tentang permintaan global terus meningkat.

Penurunan harga komoditas berdesir melalui pasar keuangan lainnya. Harga saham perusahaan tambang dan produsen minyak anjlok, membebani indeks saham utama. Mata uang dari negara-negara berkembang yang bergantung pada ekspor komoditas, seperti Brasil dan Afrika Selatan, merosot.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Badan Energi Internasional telah membunyikan alarm tentang stok besar minyak mentah di penyimpanan di seluruh dunia, yang bisa menjaga harga rendah bahkan jika negara non-OPEC mengurangi produksi tahun depan.

Persediaan minyak mentah bertempat di negara-negara maju mencetak rekor dengan naik menjadi hampir tiga miliar barel pada akhir September, IEA mengatakan dalam laporan bulanan minyak yang dirilis Jumat.

Produsen di AS menambah dua rig pengeboran minyak baru pada minggu ini, menunjukkan bahwa beberapa perusahaan terus berinvestasi dalam kegiatan produksi minyak, bahkan saat harga mendekati posisi terendah enam tahun.

Kontrak harga minyak mentah patokan AS turun 2,4 persen menjadi US$ 40,74 per barel pada hari Jumat, membawa kerugian mingguan sekitar 8 persen. Terakhir kali minyak sudah mendekati level ini pada akhir Agustus, di tengah gejolak pasar yang didorong kekhawatiran terhadap ekonomi China.

Penurunan di bawah US$ 40 per barel akan berkelanjutan untuk jangka waktu yang panjang, beberapa analis mengatakan, karena kurang efisien perusahaan akan dipaksa untuk menghentikan produksi akibat kurangnya arus kas.

Negara-negara yang bergantung pada penjualan minyak untuk pendapatan pemerintah sudah merasa terjepit. Tak hanya itu, penurunan harga bisa mendorong anggota OPEC untuk memikirkan kembali kebijakan mereka mempertahankan produksi pada tingkat tinggi.

Harga minyak AS telah diperdagangkan antara US$ 40-US$ 60 per barel untuk sebagian besar tahun ini. Pedagang mengatakan US$ 40 per barel atau lebih rendah akan mematikan terlalu banyak produksi, tapi US$ 60 per barel atau lebih tinggi akan mendorong produsen untuk mengebor lebih.

IEA juga mengatakan pertumbuhan permintaan minyak global akan melambat menjadi 1,2 juta barel per hari pada 2016, setelah melonjak menjadi 1,8 juta barel per hari tahun ini, tertinggi lima tahun.

"Kondisi ekonomi diperkirakan akan tetap bermasalah di negara-negara seperti China," kata lembaga yang berbasis di Paris. (Ndw/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini