Sukses

Menilik Pasar Perkantoran di Jakarta dalam 2 Dekade Terakhir

Perlambatan ekonomi di 2015 membuat proyek-proyek mengalami keterlambatan penyelesaian.

Liputan6.com, Jakarta - Arah perkembangan sektor perkantoran di Jakarta dalam dua dekade terakhir sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan peristiwa ekonomi yang terjadi. Dalam sejarah tiga krisis ekonomi terakhir, perkembangan sektor perkantoran di Jakarta selalu mengalami penurunan permintaan dan juga pasokan.

Vice President Coldwell Banker Commercial Advisory Group, Dani Indra Bharata menjelaskan, sebelum krisis moneter 1998, pasar perkantoran mengalami masa keemasan.

Perkembangan ini banyak didorong oleh kebijakan moneter sektor perbankan di tahun 1998 hingga 1990 dan meningkatnya sumber pembiayaan baik dari dalam dan luar negeri serta investasi asing. Tingkat permintaan di 1997 merupakan yang tertinggi sejak tahun 1990 dengan luasan mencapai 340 ribu meter persegi.

Namun kemudian, krisis moneter yang terjadi di pertengahan 1997 membawa perubahan besar bagi pasar perkantoran di Jakarta. “Tingkat permintaan jatuh sampai tingkat negatif menyebabkan tingkat kekosongan yang mencapai 735 ribu meter persegi dari sebelumnya hanya 245 ribu meter persegi,” jelasnya, Minggu (15/11/2015).


Pasca krisis ekonomi 1997, pasar perkantoran perlahan-lahan membaik dan kembali mencapai puncaknya di tahun 2008 dengan tingkat permintaan mencapai 280 ribu meter persegi.

Pasar perkantoran di Jakarta kembali terpuruk akibat krisis ekonomi global di 2008. Namun dalam krisis ini, masa keterpurukan pasar perkantoran di jakarta tak begitu lama. Dalam dua kuartal pasca krisis global pasar perkantoran kembali pulih dan mencapai tingkat yang cukup baik di 2009.

Tetapi memang, krisis ekonomi global membuat para pengembang berhati-hati dan mulai merencanakan ulang proyek-proyek yang akan dibangun, hal ini berakibat pada tidak adanya pasokan baru di 2010.

Pasar perkantoran kembali mengalami puncaknya di tahun 2012 dengan tingkat permintaan mencapai 238 ribu meter persegi. Tarif sewa juga mengalami kenaikan yang cukup berarti sejak 2010 hingga 2015 yang mencapai 105 persen.

“Di 2015, perlambatan ekonomi sudah mulai dirasakan oleh sektor ini. Permintaan kumulatif di kuartal III 2015 menurun 1,3 persen dibandingkan dengan permintaan kuartal sebelumnya,” tutur Dani.

Permintaan terbanyak saat ini lebih dari relokasi yang umumnya untuk kebutuhan luas ruang yang sama namun dengan biaya sewa yang lebih murah. Sehingga gedung-gedung lama dengan tarif murah maupun gedung baru yang tarifnya belum membumbung tinggi, menjadi pilihan lokasi bagi para perusahaan ini.

Perlambatan ekonomi di tahun 2015 ini juga sudah mulai membuat proyek-proyek mengalami keterlambatan penyelesaian terutama gedung perkantoran yang memiliki pre-commitment yang rendah. (Gdn/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini