Sukses

Pengusaha Tambang Rem Produksi Minerba

Dengan penurunan laju produksi mineral dan batu bara akan mempengaruhi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui bahwa banyak perusahaan mineral dan batubara yang mengerem laju produksi. Langkah tersebut dilakukan karena sejak tahun lalu terjadi penurunan harga komoditas yang menggerus keuntungan perusahaan.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan, sejak tahun lalu industri global sedang mengalami kontraksi. Karena pertumbuhan ekonomi menurun maka permintaan dan juga harga akan komoditas tambang seperti batubara pun juga mengalami pelemahan. 


Akibatnya, perusahaan-perusahaan atau produsen mineral dan batubara harus mengerem laju produksi agar tidak mengalami kerugian. "Jadi pada umumnya produksi batubara dan mineral lainnya mengalami penurunan, karena kita tahu kondisi harga mengalami penurunan selain itu juga demand di dunia juga mengalami penurunan,"‎ kata Bambang, di Jakarta, Kamis (19/11/2015).

Kementerian ESDM menargetkan produksi batubara pada tahun ini ‎di angka 425 juta ton. Namun ternyata realisasi sampai saat ini hanya mencapai 322,5 juta ton. Target tersebut kemungkinan sulit untuk tercapai mengingat waktu yang tersisa kurang dari 2 bulan lagi dan produksi yang harus dicapai di kisaran 103 juta ton lagi.

Konsumsi dalam negeri pun juga tak bisa membantu perusahaan-perusahaan mineral dan batu bara untuk meningkatkan produksi. terlihat dari domestic market obligation (dmo) atau kewajiban dari produsen tersebut untuk menyalurkan produksi ke dalam negeri yang ditargetkan 102 juta ton hanya mampu direalisasikan 62 juta ton.

"Ini sangat dipengaruhi kecepatan demand dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)," ungkap Bambang.

Bambang mengungkapkan, dengan penurunan laju produksi tersebut akan mempengaruhi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditargetkan tahun ini sebesar Rp 52,2 triliun. Sampai dengan akhir triwulan III 2015 realisasi PNBP baru sebesar Rp ‎22,6 triliun.

"Untuk PNBP berbanding lurus dengan produksi. Ada masalah penurunan harga dan juga demand karena perlambatan ekonomi," tutup Bambang. (Pew/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.