Sukses

Mendag Lembong: RI Perlu Reindustrialisasi Agar Naik Kelas

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia siap menggunakan mata uang Renminbi atau Yuan dalam transaksi perdagangan dengan China. Langkah ini seiring pengukuhan mata uang Renminbi sebagai mata uang internasional ke-5 setelah dolar Amerika Serikat, yen Jepang, euro, dan pound sterling.

Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong menuturkan China pernah kebablasan dalam memacu sektor industri, sehingga mengalami overheating setelah mencetak pertumbuhan ekonomi dua digit selama puluhan tahun.

"China kebablasan membangun industrialisasi, terlalu besar. Jadi sekarang mereka ingin beralih ke perekonomian yang dimotori oleh konsumen. Karena itu, China tidak terlalu banyak beli lagi bahan mentah dan kita harus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut," ujar dia usai menghadiri acara Indonesia Economic Forum di Hotel Shangrila, Jakarta, Rabu (25/11/2015).

Di sisi lain Lembong mengatakan China sedang mempersiapkan mata uangnya menjadi mata uang dunia ke-5. Alternatif mata uang internasional tersebut akan menambah likuiditas keuangan dan menghilangkan ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS.

Lembong menjelaskan kegiatan perdagangan dunia membutuhkan peredaran uang yang cukup, sehingga perekonomian berjalan lancar. Dalam konteks perdagangan dan ekonomi dunia, Renminbi akan menjadi sumber likuiditas ke-5.

"Bank sentral AS mencetak uang dolar AS dan mengedarkannya ke seluruh dunia untuk dipakai pada aktivitas perdagangan dunia. Begitu pula dengan yen, euro, poundsterling. Sudah waktunya China melakukan yang sama, menyediakan Renminbi ke seluruh dunia untuk dimanfaatkan untuk perdagangan dan keuangan dunia," papar Thomas Lembong.

Sementara Indonesia di posisi terbalik dari China. Negara ini sedang mengatasi ketertinggalan di sektor industri mengingat selama ini perekonomian Indonesia dikontribusi dari sektor konsumsi.

"Jadi untuk naik kelas ke tahap berikutnya, kita harus reindustrialisasi. Kalau mau naik pangkat, bukan cuma ekspor komoditas mentah tapi mengolah bahan baku jadi barang jadi, sehingga ada nilai tambah. Kemajuan ekonomi kita nantinya berasal dari nilai tambah itu," ucap Lembong.  

Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofjan Wanandi, mengatakan akan meminta Menteri Perdagangan (Mendag) dan Bank Indonesia (BI) untuk menggunakan Renminbi dalam kegiatan ekspor impor.

"Kita tidak perlu banyak cari dolar AS. Kalau ada insentifnya, pasti diberlakukan dan ini masih dibicarakan antara Mendag dan BI. Mungkin tahun depan kita sudah mulai bisa menggunakan Renminbi dan bank-bank tidak tergantung dolar AS," ujar Sofjan.

Menurut Sofjan, transaksi perdagangan ekspor dan impor antara Indonesia dengan China mencapai lebih dari US$ 30 miliar. Negeri Tirai Bambu ini merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia.

"Nilai Renminbi memang sudah dilemahkan, tapi masih lebih rendah dari dolar AS. Jadi buat neraca perdagangan kita bisa lebih baik dan kemungkinan guncangan dolar AS tidak ada. Jadi ini menguntungkan dunia usaha," ucap Ketua Tim Ahli Wapres itu.

Saat ini Sofjan mengaku Indonesia diguyur bilateral swap agreement oleh China senilai US$ 20 miliar atau naik Rp 5 miliar dari sebelumnya US$ 15 miliar. "Suplainya kita sudah diberi US$ 20 miliar. Yang penting perlu disosialisasikan ke pengusaha," ujar Sofjan. (Fik/Ahm)**

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini