Sukses


Ini Alasan Harga Rumah Mudah Naik Tapi Sulit Turun

Berbeda dengan produk lain, jumlah pasokan di pasar properti bersifat tidak elastis.

Liputan6.com, Jakarta - Berbeda dengan produk lain, jumlah pasokan di pasar properti bersifat tidak elastis (inelastic supply). Artinya, perubahan pada sisi permintaan (demand) dari pasar properti di suatu lokasi tertentu, tidak langsung diikuti oleh perubahan di sisi pasokan (supply) pada lokasi yang sama. Demikian informasi yang dikutip dari Rumah.com.

Mengapa demikian? Ketika permintaan meningkat melampaui kemampuan persediaan, maka dibutuhkan waktu untuk memenuhi kebutuhan itu. Akibatnya, harga pun akan mendadak naik. Namun ketika permintaan turun, melebihi tingkat persediaan yang ada, maka harga biasanya tidak bisa turun secepat ketika harga tersebut naik.

Contohnya, sebuah cluster perumahan menjual 50 unit rumah, tetapi pada saat launching ternyata permintaannya mencapai 75 unit. Kondisi seperti ini akan menyebabkan harga naik secara signifikan, misalnya dari Rp 1 miliar menjadi Rp 1,3 miliar.

Sebaliknya, ketika pengembang melakukan launching 200 unit rumah, tetapi sepi peminat (misalnya hanya laku 100 unit), patokan harga Rp 1 miliar tidak langsung bisa turun jadi Rp 800 juta. Ini disebabkan karena pasokan yang tersedia mengandung biaya-biaya tetap (minimum) yang tidak bisa dikurangi. Hal ini yang membuat harga properti bisa naik, tetapi sulit turun.

Ketika suku bunga KPR (kredit pemilikan rumah) meningkat, tingkat penjualan rumah menurun akibat permintaan berkurang. Kendati terjadi penurunan tingkat penjualan, hal tersebut tidak langsung menyebabkan harga rumah ikut turun.

Pasalnya, untuk menambah maupun mengurangi suplai rumah memerlukan waktu yang panjang. Berbeda dengan calon konsumen yang hanya memerlukan waktu singkat untuk membeli rumah (bisa dalam hitungan hari atau bahkan hitungan jam saja).

Pada 2009 lalu, saat suku bunga KPR berada di kisaran 14 persen, calon konsumen langsung menunda pembelian rumah. Tetapi, di sisi lain, pengembang tidak bisa langsung menarik produk properti tersebut dari pasar.

Sebaliknya, ketika suku bunga KPR menjadi 9 persen, banyak calon pembeli beramai-ramai memesan rumah. Tetapi di saat itu, mungkin pengembang masih membangun rumah atau bahkan baru mengurus izin lokasi. (Anto Erawan/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini