Sukses

Kesalnya Menteri Susi pada Perbudakan Anak Buah Kapal

Tindak perbudakan yang diterima oleh para ABK ini dinilai tidak manusiawi.

Liputan6.com, Jakarta - Selain geram dengan aksi pencurian ikan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tampaknya juga marah dengan tindak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di sektor perikanan.

Salah satu tindak pelanggaran HAM ini yaitu berupa perbudakan terhadap anak buah kapal (ABK). Perbudakan ini tidak hanya menimpa warga negara Indonesia saja tapi juga dari negara lain. Yang lebih mengejutkan, Susi menegarai aksi perbudakan semacam ini dilakukan oleh sindikat pebisnis skala besar yang telah terorganisasi dengan baik.

Tindak perbudakan yang diterima oleh para ABK ini dinilai tidak manusiawi di mana oknum yang melakukannya tak segan-segan melempar ABK ke tengah laut jika melakukan perlawanan.

"Kalau mereka melawan pemilik kapal, mereka bisa dilempar di laut. Praktik ini dilakukan oleh sindikat besar dan sangat terorganisasi. Untuk industri besar ini ada organisasi besar dari Myanmar," ujarnya di Jakarta, Senin (30/11/2015).

Menurut Susi, aksi-aksi perbudakan dilakukan semata-mata untuk kepentingan bisnis tanpa mengindahkan hak ABK sebagai manusia.

"‎Setiap hari masih ada kekerasan, kerakusan bisnis, demi kekuatan dan kekuasaan. Kita tidak bisa biarkan hal ini terjadi. Mulai dari kita coba lakukan sesuatu bersama bagaimana selesaikan masalah ini," kata dia.

Padahal, lanjut Susi, berkat ABK yang berjuang di tengah laut ini, orang-orang dapat menikmati hasil laut yang bernilai gizi tinggi. Namun sayangnya tidak ada penghargaan yang diberikan pada para ABK ini.

"Mereka menyiapkan hidangan terbaik kita di atas meja makan. Namun mereka diperlakukan seperti budak. Saya meminta setiap negara untuk melihat dan melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan," jelasnya.

Melihat parahnya aksi perbudakan ini, Susi akan meminta penegakan hukum bukan hanya sekedar pada pelanggaran tindak illegal unreported unregulated (IUU) fishing saja, tetapi juga pada pelanggaran HAM dan nasib para ABK yang bekerja di bawah tekanan.

"Sebagai negara kami semua mengakui kita negara modern namun sudah terlalu banyak yang terjadi (perbudakan dan IUU fishing). Manusia yang berbudaya juga telah meninggalkan manusia lain. Banyak kasus lain yang dibaca di berbagai media. Kita jadi tidak peka dan terbiasa dengan hal ini. Negara yang kuat dimanipulasi oleh sistem," tandasnya. (Dny/Zul)*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini