Sukses

Tolak Upah Murah, 10 Ribu Buruh Demo di Depan Istana Besok

Serikat Buruh menilai penetapan upah mengunakan formula baru yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah 78 Nomor Tahun 2015 melanggar HAM.

Liputan6.com, Jakarta - Serikat Pekerja yang tergabung dalam ‎Komite Aksi Upah Gerakan Buruh Indonesia (KAU-GBI) akan kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara dan Mahkamah Agung (MA), Kamis besok (10/12/2015). Sedikitnya 10 ribu buruh akan turun ke jalan menyuarakan penolakan upah murah dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015.

"Lebih dari 10 ribu buruh dari Jakarta dan Sekitarnya akan melakukan aksi di Istana Negara dan MA, besok," tegas Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (9/12/2015).

Dirinya mengaku, aksi ini dilakukan buruh agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 sebagai bentuk penolakan kebijakan upah murah yang berbasis perhitungan inflasi plus Product Domestik Bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi. 


"Upah murah ini melanggar Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003‎. Juga naikkan upah minimum 2016 sebesar Rp 500 ribu serta tetapkan upah minimum sektoral industri," ujarnya.

Sedangkan di gedung Mahkamah Agung , para buruh akan menyerahkan berkas gugatan judicial review atas PP Nomor 78 Tahun 2015. Said mengatakan, puluhan ribu buruh ‎akan berkumpul di Bundaran Monas (Patung Kuda) mulai pukul 10.15 WIB. Aksi unjuk rasa ini digelar serempak di beberapa Propinsi dan Kabupaten dan Kota. "Gelombang aksi serupa akan terus berlangsung hingga 20 Desember 2015," papar Said.

Serikat Buruh juga menilai penetapan upah mengunakan formula baru yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah 78 Nomor Tahun 2015 melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Pada Selasa (8/12/2015) kemarin, ribuan buruh juga menyerbu DPR RI. Langkah ini dilakukan untuk menuntut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk pansus terkait penolakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 soal pengupahan.

Menurut Said, pembuatan PP itu atas konspirasi dan intervensi asing yaitu bank dunia dan dana moneter internasional (IMF). Serta dugaan korupsi dalam proses pembuatannya termasuk tidak melibatkan serikat pekerja. (Fik/Gdn)



**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini