Sukses

Ini Sebab Sistem Jaminan Sosial RI Masih Buruk

Jerman mampu membangun sistem jaminan sosial yang sangat baik setelah 144 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai penerapan sistem jaminan sosial di Indonesia masih kalah jauh dibanding negara lain, seperti Singapura dan Jerman. Penyebabnya karena kondisi keuangan negara yang berbeda ditopang penerimaan pajak yang memadai.  

"Di Singapura dan Jerman punya jaminan sosial yang baik. Untuk pengangguran saja ditanggung 30-40 persen, karena sistem perpajakannya bagus. Di kita susah, wong pegawai pajaknya saja nilep duit pajak, antara wajib pajak dan pegawai pajak tidak ada trust," jelas Agus di Jakarta, Senin (14/12/2015).

Ia menilai, sistem perpajakan di Indonesia sangat rumit sehingga wajib pajak malas menghitung sendiri setoran pajaknya. Parahnya lagi, budaya kerja pegawai pajak yang merugikan masyarakat atau wajib pajak.

"Sistem pajak kita rumit, menghitung pajak sendiri pusing. Kalau di negara lain, mudah dan kalau kurang setoran pajaknya langsung dikasih tahu, jika lebih, dikembalikan. Sedangkan di Indonesia, kalau kelebihan bayar pajak, dilihat lagi sebelum-sebelumnya betul tidak kelebihan bayar," jelasnya.


Agus mengaku, pemerintah Indonesia belum mampu memberikan sistem jaminan sosial lebih baik karena keterbatasan anggaran. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, pemerintah mematok pagu anggaran 5 persen dari total APBN tahun depan.

"Kita susah beri jaminan sosial yang baik, karena dananya tidak ada. Karena ini juga tidak terlepas dari korupsi yang merajalela di Indonesia, terbanyak dari perizinan. Contohnya di Karawang, investasi di pangan saja butuh 200 macam izin, itu duit semua," terangnya.

Pemerintah, diharapkan Agus dapat memberantas korupsi ataupun maraknya pungutan liar yang dapat memicu pelarian pengusaha dari Indonesia ke negara lain. Ujung-ujungnya, berimplikasi kepada penerimaan negara.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Atum Burhanuddin mengatakan, Jerman mampu membangun sistem jaminan sosial yang sangat baik setelah 144 tahun. Sementara Prancis selama masa Perang Dunia ke II sudah menjalankan sistem jaminan sosial.

"Sedangkan di Indonesia baru 2014 dijalankan sejak Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diundangkan. Kemudian, BPJS Ketenagakerjaan berdiri 1 Januari 2014," ujarnya.

Kini, aset BPJS Ketenagakerjaan, sambung Atum, tercatat sekitar Rp 200 triliun dan sudah memiliki basis 45 juta peserta program pensiun. Raupan dana kelolaan dari para pekerja, katanya, dapat digunakan sebagai investasi negara.  

"Jadi prospek badan jaminan sosial ini sangat menjanjikan mengingat dari 20 juta orang yang menjadi peserta Jamsostek dulu, sekarang ini BPJS Ketenagakerjaan sanggup meng-cover seluruh pekerja di Indonesia," tandas Atum. (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.