Sukses

RI Tersandera soal Freeport, Ini Tanggapan Mahfud MD

Ada kesalahan masa lalu saat pertama kali kontrak dibuat antara pemerintah dan Freeport Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Majelis Nasional Korps Alumni Mahasiswa Islam (KAHMI), Mahfud MD menguak alasan sulitnya pemerintah bebas dari kekangan PT Freeport Indonesia yang selama ini mengeruk kekayaan tambang di Papua.

Salah satunya karena kesalahan masa lalu, pertama kali kontrak dibuat antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia.   

Saat acara Diskusi Publik "Mengutamakan Gas Untuk Kebutuhan Dalam Negeri," Mahfud mengatakan, kontrak pengoperasian tambang emas dan mineral di Papua antara pemerintah Indonesia dengan Freeport dimulai pada 1991.

Saat itu, kontrak diteken antara petinggi Freeport dengan Menteri Pertambangan dan Energi, Ginandjar Kartasasmita.

Dalam kontrak tersebut, Freeport Indonesia bak raja yang mendapat fasilitas mewah dari pemerintah. Salah satunya, perpanjangan kontrak bisa dilakukan sewaktu-waktu sesuai keinginan anak usaha Freeport-McMoran itu.

"Di kontrak itu, Freeport bisa meminta perpanjangan sewaktu-waktu yang ditandatangani pemerintah ketika itu. Jadi kalau Freeport minta perpanjangan, pemerintah tidak boleh menunda terlalu lama, harus dipenuhi," tegas Mahfud di kantor KAHMI, Jakarta, Jumat (18/12/2015).

Disebutkan pula di beleid kontrak itu, sambung mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, Undang-undang (UU) yang mengikat untuk perjanjian kontrak itu adalah UU yang berlaku pada saat kontrak dibuat, bukan UU yang sekarang.

"Enak sekali saya bilang. Itu menyebabkan pemerintah tersandera. Jadi harus dicari jalan keluarnya, tapi agak sulit keluar dari jeratan itu. Inilah orang saya katakan kadangkala orang melakukan kecurangan melalui produk legislasi," jelas Mahfud.  

Ia berpendapat, sesungguhnya tidak boleh ada kontrak antara pemerintah dengan pengusaha atau pelaku bisnis. Ini menyebabkan ketidakseimbangan, kecuali antara pemerintah dengan pemerintah atau bisnis dengan bisnis (B to B).

"Freeport kalau mau terus di sini harus menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP), bukan kontrak dengan negara, itu tidak boleh. Karena dengan IUP, PT Freeport Indonesia bisa bekerjasama dengan BUMN atau perusahaan lokal, bukan dengan negara," pungkas Mahfud. (Fik/Ahm)

 

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.