Sukses

Dikritik Soal Dana Pungutan BBM, Ini Jawaban Menteri ESDM

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, menilai pro dan kontra atas aturan baru merupakan hal wajar.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk mulai memupuk dana ketahanan energi, melalui pemungutan premi pengurasan energi fosil, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007, dan PP nomor 79 tahun 2014. Keputusan ini pun dikritik banyak pihak.

Menanggapi berbagai respons, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, menilai pro dan kontra atas aturan baru merupakan hal wajar. Hal terpenting dikatakan, adalah menunjukan cara pengelolaan yang profesional, transparan dan akuntabel.

"Secara konsepsi dana ini dapat digunakan untuk mendorong explorasi agar depletion rate cadangan kita bisa ditekan. Juga bisa digunakan untuk membangun infrastrukur cadangan strategis.  Pun dapat digunakan untuk membangun energi yang sustainable yakni energi baru dan terbarukan," ujar Sudirman Said mengutip dari situs Kementerian ESDM, Sabtu (26/12/2015).

Dia mengatakan, dana ini seperti uang negara pada umumnya. Di mana akan disimpan Kementerian Keuangan dengan otoritas pengggunaan oleh kementerian teknis yaitu Kementerian ESDM. Secara internal audit dilakukan oleh Irjen Kementerian ESDM atau BPKP.

"Dari sisi kebutuhan kita, yang paling mendesak untuk disediakan adalah dana stimulus untuk membangun energi baru dan terbarukan. Juga dana stimulus utuk melakukan eksplorasi migas, geothermal dan batubara karena investasi untuk eksplorasi sedang mengalami penurunan. Eksplorasi harus kita lakukan untuk mengetahui dengan akuran cadangan kita," jelas dia.

Dia pun mengaku jika pasal 30 UU 30/2007 sebenarnya sudah diterjemahkan melalui KEN Kebijakan Energi Nasional. Namun memang perlu diatur secara khusus tata cara pemungutan dan pemanfaatan DKE, termasuk prioritas pemanfaatan. "Dalam persidangan Januari nanti kami juga akan konsultasikan kepada Komisi VII DPR RI," ungkap dia.

Menurut Sudirman, situasi pengelolaan energi nasional hari ini dan ke depan sudah harus berbeda karena  tantangannya berbeda. Dikatakan, hal yang tidak tepat di masa lalu tentu harus dikoreksi, yang baik harus dipertahankan.

Rezim subsidi harus secara bertahap bergeser menjadi rezim netral subsidi, dan suatu saat dikenakan pungutan premi atas BBM. Beban keuangan negara harus diprioritaskan ke belanja yang lebih produktif seperti infrastruktur kesehatan dan pendidikan.

"Kilang pengolahan kita tua dan hanya mampu memenuhi separuh dari kebutuhan, akibatnya kita tergantung pada impor BBM," kata dia.

Produksi minyak mentah terus menurun berakibat pada impor minyak mentah yang terus meningkat. Potensi energi baru dan terbarukan yang demikian besar tidak terolah dengan baik. Amanat UU Energi tidak dijalankan.

Menurut dia, jika persoalan adalah mekanisme pemungutan dan pengelolaan, dan jika memang harus masuk dalam APBN, pemerintah akan melakukannya.

"Nanti melalui mekanisme APBNP kita akan usulkan kepada DPR 30 UU 30/2007 sebenarnya sudah diterjemahkan melalui KEN Kebijakan Energi Nasional. Berkaitan dengan kalau mekanisme pemungutan dan pengelolaan, dan jika memang harus masuk dalam APBN ya mudah saja. Nanti melalui mekanisme APBNP kita akan usulkan kepada DPR RI," tandas dia. (Nrm/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.