Sukses

Turunnya Harga BBM Mampu Kurangi Tekanan ke Rupiah

Kurs rupiah sempat dibuka melemah ke level 13.950-13.970 per dolar AS akibat serangan faktor eksternal dari China dan geopolitik.

Liputan6.com, Jakarta - Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) mampu mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang sebelumnya dibuka nyaris menembus 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah akhirnya ditutup menguat ke 13.825 pada perdagangan sesi pertama.
 
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengungkapkan, kurs rupiah sempat dibuka melemah ke level 13.950-13.970 per dolar AS akibat serangan faktor eksternal dari China dan geopolitik antara Arab Saudi dengan Iran yang mengerek penguatan dolar AS dan harga minyak dunia.
 
"Data indeks manufaktur China melambat selama 10 bulan berturut-turut pada tahun lalu sehingga memberi sentimen negatif ke hampir seluruh mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Juga faktor geopolitik Arab Saudi dan Iran," jelasnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (5/1/2016).
 
Pelemahan tidak bertahan lama, kurs rupiah kembali bangkit dengan penguatan ke level 13.825 per dolar AS didorong sentimen positif dari penurunan harga BBM atau energi yang diumumkan pemerintah hari ini.


Menurut Josua, penurunan harga BBM berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Sektor-sektor ekonomi di negara ini diperkirakan akan semakin bergeliat, mengingat komponen utama industri adalah BBM dan transportasi sehingga diharapkan dapat membangkitkan kembali daya beli masyarakat.
 
"Walaupun perubahan harga BBM tidak signifikan, kebijakan ini bisa mendorong ekonomi di awal 2016. Inilah yang dilihat investor atau pelaku pasar," jelasnya.
 
Sentimen positif lainnya dari penguatan rupiah, kata Josua, karena realisasi inflasi 2015 yang merupakan terendah sejak 5 tahun terakhir. Pencapaian inflasi tahun lalu juga masih dalam target kisaran Bank Indonesia sebesar 3-5 persen.
 
Investor, kata Josua, memandang penurunan harga BBM akan mengendalikan laju inflasi tahun ini. "Pemerintah juga melakukan lelang Surat Utang Negara (SUN) pertama di tahun ini, sejak akhir tahun lalu sudah dilakukan prefunding, serta pidato Presiden Joko Widodo yang optimistis perekonomian Indonesia membaik di tahun ini," terang Josua.
 
Ia mengatakan, pelaku pasar menantikan kebijakan Bank Indonesia atas suku bunga acuan (BI Rate), apakah akan diturunkan atau tetap bertahan di level saat ini 7,5 persen. "Kalau lihat realisasi inflasi tahun lalu, ada ruang penurunan BI Rate. Tapi ini (BI Rate) sangat besar dinantikan pelaku pasar," pungkas Josua. (Fik/Nrm)*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini