Sukses

Seberapa Parah Pelemahan Rupiah?

Gejolak nilai tukar rupiah ditentukan beberapa faktor.

Liputan6.com, Jakarta - Gejolak nilai tukar rupiah ditentukan beberapa faktor. Secara teoritis, pelemahan kurs Rupiah yang nyaris ke level Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) dinilai sudah kebablasan apabila dilihat dari berbagai teori perhitungan mata uang.

Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih menyatakan, kurs rupiah di Indonesia menggunakan sistem mengambang meski tetap ada intervensi dari Bank Indonesia (BI) agar volatilitasnya tetap terjaga.

"Untuk ekonomi seperti kita lebih baik agak menguat (rupiah) untuk tujuan produksi, karena kita impornya tinggi untuk bahan baku. Kalau bahan baku mahal, biaya produksi jadi tinggi, perusahaan bingung mau jual ke siapa (barangnya) karena harga mahal," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Senin (18/1/2016).

Lana menyebut, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan rupiah, yakni permintaan dan penawaran valuta asing (valas), kinerja neraca pembayaran, tingkat inflasi, tingkat pendapatan dan tingkat bunga serta ekspektasi dan spekulasi atau rumor.

"Spekulasi ini yang tidak bisa dihitung, seperti kemarin pas ada teror bom, rupiah langsung melemah 100 poin karena Indonesia dianggap tidak aman," tambahnya.

Lebih jauh dijelaskannya, pelemahan nilai tukar dapat diukur dari beberapa teori sehingga kurs rupiah mencerminkan nilai teori. Tapi ini bukan menunjukkan nilai fundamental rupiah. Antara lain, dari kurs efektif riil (Real Effective Exchange Rate/REER), teori Big Mac Currency dan selisih inflasi Indonesia dengan AS.

Pertama berdasarkan REER dari Bank for International Settlement (BIS). Mengacu data tersebut pada kuartal III 2015, REER rupiah berada di bawah angka wajarnya (Par) 100, yaitu 73,3. Realisasi ini lebih tinggi dibanding REER mata uang Brasil 60,1 dan Argentina 57,1. Sementara REER mata uang China masih di atas Par sebesar 126,6 di periode yang sama.

"Jadi rupiah sudah sangat undervalue, sedangkan Yuan overvalue jadi harus dilemahkan. Dari teorinya, rupiah melemah 15 persen, mungkin sekarang 11 persen. Seharusnya rupiah berada di level 11.900 per dolar AS, itu nilai teoritisnya ya, bukan fundamentalnya," kata Lana.

Depresiasi Rupiah terbilang parah apabila dilihat dari teori Big Mac Currency. Sebuah cara informal untuk mengukur paritas daya beli (purchasing power parity-PPP) antara dua mata uang. Indeks ini mengambil nama dari Big Mac, suatu produk hamburger yang dijual di restoran cepat saji.

Menurut Lana, nilai tukar dengan basis harga Big Mac. Teori ini dianggap bisa mewakili the low of one price (satu harga), ada standarisasinya yakni dianggap sebuah roti Big Mac di Jakarta dibuat sama persis dengan komposisi roti Big Mac di AS, begitupula dengan dagingnya. Jadi istilahnya, makan Big Mac di Indonesia sama dengan di AS.

"Kalau harga Big Mac di Indonesia sekitar Rp 45.000, lalu di AS 4 dolar AS, dan kita percaya the low of one price, maka bisa dipakai sebagai ukuran satu dolar dalam Rupiah. Berarti 1 dolar AS Rp 10.000 kalau pakai ukuran Big Mac," jelasnya.  

Bahkan, lanjut Lana, indeks Big Mac Curreny yang diterbitkan majalah The Economist, Rupiah dikatakan undervalue sampai hampir 50 persen. Dengan demikian, ia bilang, menurut The Economist, Rupiah seharusnya Rp 7.000 per dolar AS apabila kurs Rupiah saat ini Rp 14.000. Namun teori ini harus berlaku syarat bahwa the low of one price terjadi dalam jangka panjang, tidak ada biaya transaksi, pajak.

"Jadi dari perhitungan REER dan Big Mac menunjukkan harga satu dolar AS dalam Rupiah sudah ketinggian, terlalu mahal, mestinya menguat karena sudah undervalue atau overshooting. Untuk menguat, perlu dorongan ekonomi. Tapi tinggal tunggu waktu untuk menguat, kapannya tidak ada yang tahu," terang Lana.

Teori lain yang bisa menghitung apakah kurs Rupiah terlalu murah, sambung Lana, dengan cara perbedaan atau selisih inflasi antara Indonesia dan AS. Tahun lalu, inflasi Indonesia secara tahunan 3,35 persen dan AS sebesar 0,02 persen, sehingga selisihnya 3,33 persen.

"Harusnya depresiasi Rupiah terhadap dolar AS 3,33 persen secara teoritis. Tapi tahun lalu pelemahannya hampir 10,18 persen, berarti kita overshooting 6,85 persen, hampir 7 persen kita kebablasan nilai tukarnya. Selama inflasi Indonesia lebih tinggi dari AS, selama itupula Rupiah terdepresiasi," tutur Lana.  

Dirinya memperkirakan, kurs Rupiah secara teknikal (resistance dan support) akan bergerak pada rentang 13.721 sampai 14.125 per dolar AS. "Rupiah tidak bisa 100 persen dikendalikan masalah domestik, karena kita punya masalah demand terlalu besar dibanding suplai sehingga mendapat pasokan valas untuk stabilisasi rupiah. Perlu juga didukung perbaikan makro," papar Lana.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.