Sukses

Pengusaha Tolak Pengesahan RUU Tabungan Perumahan Rakyat

Saat ini beban pungutan yang sudah ditanggung oleh perusahaan sebesar 18,24 sampai 19,74 persen dari penghasilan pekerja.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah bersama DPR tengah menyelesaikan rancangan Undangan-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang saat ini telah memasuki tahap akhir. RUU tersebut ditargetkan disahkan menjadi UU pada Maret 2016.

Menanggapi aturan tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan, para pengusaha menghargai tujuan pemerintah membentuk UU Tapera sebagai upaya untuk memberikan kemudahan kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Ini dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," ujarnya di Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Namun, pihaknya menolak pengesahan UU ini jika sumber pembiayaan untuk penyediaan perumahan rakyat tersebut nantinya dibebankan kepada dunia usaha.

"Beban pungutan di perusahaan atau pekerja atas persentase tertentu dari penghasilan pekerja sudah sangat besar sehingga penambahan pungutan berapapun besarnya akan semakin menjadikan dunia usaha tidak kompentitif," kata dia.

Haryadi menjelaskan, saat ini beban pungutan yang sudah ditanggung oleh perusahaan sebesar 18,24 sampai 19,74 persen dari penghasilan pekerja. Seperti, jaminan sosial ketenagakerjaan meliputi jaminan hari tua sebesar 3,7 persen, jaminan kematian 0,3 persen, jaminan kecelakaan kerja 0,24 persen-1,74 persen.

Selain itu menurut Haryadi, pengusaha masih juga dibebani dengan jaminan pensiun pekerjanya sebesar 2 persen, jaminan kesehatan sebesar 4 persen dan cadangan pesangon sekitar 8 persen.

"Rata-rata kenaikan upah dalam 5 tahun terakhir sekitar 14 persen, maka beban tahunan pengusaha untuk taat pada peraturan perundang-undangan dapat mencapai sekitar 35 persen," kata dia.

Haryadi mengatakan, jika UU Tapera ini tetap diberlakukan, maka pembiayaan bagi peserta dari unsur pekerja formal tidak bersumber dari penambahan pungutan terhadap pemberi kerja atau dunia usaha.

"Namun dengan optimalisasi dari dana-dana publik yang telah dihimpun dari pemberi pekerja (pengusaha) seperti dari dana jaminan sosial ketenagakerjaan yang dihimpun oleh BPJS Ketenagakerjaan," tandasnya. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini