Sukses

Mengukur Gerak Laju Inflasi

Inflasi merupakan tolak ukur kondisi harga-harga barang di dalam negeri sekaligus pengukur perekonomian nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sumringah. Seusai Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jika angka inflasi pada Januari 2016 menyentuh 0,51 persen, lebih rendah dari perolehan Desember 2015.

Bahkan, Kepala BPS Suryamin menyebut, angka inflasi pada Januari merupakan yang terendah dalam 7 tahun sejak 2010.

Bagi pemerintah, laporan inflasi menjadi penting. Maklum inflasi merupakan tolak ukur kondisi harga-harga barang di dalam negeri sekaligus pengukur perekonomian nasional.

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

Faktor itu antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat ketidaklancaran distribusi barang.

Inflasi Januari Mencapai 0,51%

BPS melaporkan laju inflasi pada Januari 2016 sebesar 0,51 persen atau lebih rendah dibanding Desember 2015 yang sebesar 0,96 persen dengan inflasi tahun kalender sebesar 0,51 persen.

Tingkat inflasi tahun ke tahun (Januari 2016 terhadap Januari 2015) sebesar 4,14 persen. Komponen inti inflasi mencapai 0,29 persen dan inti tahun ke tahun 3,62 persen.

Kepala BPS Suryamin menyebutkan dari 82 kota, 75 kota di antaranya mencatatkan inflasi dan 7 kota deflasi. Inflasi tertinggi adalah di Sibolga sebesar 1,82 persen dan terendah 0,02 di Padang. Sedangkan deflasi tertinggi di Gorontalo sebesar 0,02 persen.

Pengamat ekonomi, Agustar Radjali, juga meramalkan tren inflasi di awal tahun cenderung lebih rendah karena tidak ada perayaan hari besar seperti di Desember, terdapat momen Natal dan tahun baru. Apalagi, terjadi penurunan harga BBM di Januari 2016.

"Di awal tahun tidak ada perayaan istimewa, jadi pembengkakan harga jual tidak terjadi. Berbeda dengan Desember di mana harga semua bahan pangan dan kebutuhan pokok melonjak," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Ia melihat lonjakan harga daging ayam dan daging sapi belum membuat dampak yang besar meskipun ada masyarakat yang mengeluhkannya.

Harga Daging Ras Pendongkrak Inflasi

Inflasi Januari 2016 di angka 0,51 persen tercatat tertinggi disumbang dari bahan makanan dengan andil mencapai 2,20 persen. Disusul kelompok  perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,53 persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dengan andil 0,51 persen.

"Daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, bawang putih‎, dan beras menyumbang inflasi besar," ucap Suryamin.

Tercatat, daging ayam ras dengan perubahan harga dari Desember 2015 terhadap Januari 2016 sebesar 7,32 persen. Andil inflasinya 0,09 persen karena kurangnya pasokan. Kenaikan terjadi di 68 kota IHK, tertinggi di Tarakan 25 persen.

Kelompok lain yang ikut mengalami inflasi adalah makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,51 persen, kelompok kesehatan 0,36 persen, kelompok sandang 0,26 persen dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,15 persen.

Sementara, satu-satunya kelompok yang menyumbang deflasi pada Januari adalah transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yaitu 1,11 persen karena turunnya tarif angkutan udara sebagai dampak dari rendahnya harga bahan bakar minyak.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sebab Inflasi Rendah Meski Harga Bahan Pangan Naik

 

Ilustrasi Inflasi (iStockphoto)

Inflasi sebesar 0,51 persen di Januari 2016 merupakan yang terendah sepanjang 7 tahun terakhir. Usut punya usut hal ini, tertolong penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai dari BBM Solar dan Premium sampai harga elpiji 12 kilogram (kg).

"Penurunan harga energi di awal tahun ini mampu menahan laju inflasi Januari 2016 tetap rendah meskipun beberapa komoditas pangan seperti daging sapi, daging ayam dan beras melonjak," jelas Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede.

Namun demikian, Josua mengaku, periode Januari ini tidak mencapai deflasi seperti periode yang sama 2015 karena harga daging sapi terlanjur membumbung tinggi akibat kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi impor sapi bakalan dan sapi potong. Padahal di dua periode itu sama-sama terjadi penurunan harga BBM.

Berikut catatan BPS tentang dampak penurunan harga BBM terhadap inflasi:

1. Bensin dengan penurunan harga 3,84 persen, andil inflasi minus 0,15 persen karena harga BBM turun. Sebanyak 82 kota IHK mengalami penurunan

2. Tarif angkutan udara dengan perubahan harga 8,44 persen dan andil deflasi 0,05 persen karena  turunnya harga avtur dan gas. Sebanyak 30 kota IHK mengalami penurunan harga, tertinggi di Semarang 39 persen dan Bandung 35 persen

3. Solar dengan perubahan harga 13,73 persen andil deflasi 0,02 persen karena kebijakan pemerintah soal turunnya harga BBM mulai 5 Januari 2016. Sebanyak 82 kota IHK mengalami penurunan harga

4. Bahan bakar rumah tangga gas elpiji dengan perubahan 0,67 persen dan andil deflasi 0,01 karena kebijakan menurunkan elpiji 12 Kg. Sebanyak 56 kota mengalami penurunan, tertinggi di Lhokseumawe 7 persen dan Bekasi 5 persen

Pemerintah Janji Jaga Inflasi di Titik Rendah

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ikut berkomentar perihal raihan inflasi ini. JK bahkan berjanji pemerintah akan terus menjaga kenaikan inflasi agar tidak berlebihan. "Nanti kita jaga. Tentu harus di jaga bulan-bulan berikutnya," tegas JK.

Meski BPS mengatakan inflasi pada Januari termasuk rendah, JK menuturkan angka itu bukanlah yang terendah.

Menurut JK, inflasi Januari bisa berada di angka 0,51 persen karena adanya penurunan harga makanan.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di awal tahun dalam sidang kabinet paripurna dengan agenda outlook pemerintahan 2016 pada Senin (4/1/2016) sempat meminta kepada jajaran menterinya seperti Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian untuk terus melanjutkan tren positif inflasi di 2015 berlanjut ke 2016.

RI Harus Bisa Manfaatkan Rendahnya Tingkat Inflasi

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menyatakan Indonesia ‎masih akan mendapat tantangan perekonomian yang berat pada tahun ini. Mulai dari perlambatan ekonomi, penurunan daya beli masyarakat serta ketimpangan antara masyarakat kaya dan miskin.

‎Tak sekadar itu, Indonesia juga dihadapkan pada pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN) yang seperti dua sisi mata uang. Satu sisi pasar akan kian terbuka lebar, di sisi lain kompetisi juga semakin tinggi.

Oleh karenanya, Muliaman mengatakan pertumbuhan ekonomi mesti didorong secara optimal. "Saya memandang momentum inflasi yang rendah harus dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan kegiatan produksi domestik, dengan memanfaatkan ruang ekspansi dari sistem keuangan," kata dia.

Dia menuturkan tahun lalu Indonesia berhasil menghadapi tantangan yang berat terutama dari global. Sebagaimana diketahui, Zona Eropa dan Jepang disibukan dengan inisiatif untuk keluar dari tekanan deflasi.

Hal lain, Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan pemulihan ekonomi. "Ekonomi Tiongkok sebagai mitra dagang Indonesia utama masih juga menunjukkan perlambatan berlanjut," tambahnya.

Nyatanya, perekonomian Indonesia masih aman. Hal itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi dari emerging market.

"Tentu saja hal ini tidak terlepas dari upaya kita bersama termasuk berbagai kebijakan yang telah ditempuh oleh pemerintah dan seluruh otoritas perekonomian dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional," tandas dia.(Nrm/Gdn)

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.