Sukses

Bioskop Dimiliki Asing, Saham Pemilik Blitzmegaplex Naik 24%

Saham PT Graha Layar Prima Tbk naik 24,44 persen menjadi Rp 5.600 per saham pada Kamis pekan ini.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah membuka lebar pintu investasi termasuk distribusi film dan usaha pertunjukan film dalam paket kebijakan ekonomi 10 berdampak terhadap gerak harga saham PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ).

Berdasarkan data RTI, saham PT Graha Layar Prima Tbk yang merupakan pemilik bioskop Blitzmegaplex naik 24,44 persen menjadi Rp 5.600 per saham pada penutupan perdagangan saham Kamis (11/2/2016). Harga saham BLTZ tersebut merupakan level tertinggi yang dicpai pada hari ini. Padahal saham BLTZ itu berada di kisaran Rp 4.500 pada perdagangan saham kemarin.

Akan tetapi, transaksi perdagangan saham PT Graha Layar Prima Tbk cenderung tipis. Total frekuensi perdagangan saham hanya satu kali.

Kepemilikan saham PT Graha Layar Prima Tbk ini juga memang oleh perusahaan bioskop terbesar di Korea Selatan dan Hong Kong. Hal itu terjadi setelah adanya konversi utang menjadi saham setelah penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) yang dilakukan pada 2014.

Berdasarkan data BEI, pemegang saham PT Graha Layar Prima Tbk antara lain PT Layar Persada sebesar 48,24 persen, CJ CGV Co, Ltd sebesar 14,75 persen dan IKT Holdings Limited sebesar 14,75 persen, dan masyarakat kurang dari lima persen sebesar 22,04 persen.

Kepala Riset PT NH Korindo Securities, Reza Priyambada menuturkan bila melihat secara fundamental memang belum ada yang mengangkat harga saham PT Graha Layar Prima Tbk. Harga saham PT Graha Layar Prima Tbk dapat terangkat didorong dari sentimen rilis paket kebijakan ekonomi X yang mengubah daftar negatif investasi (DNI).

"Pelaku pasar hanya manfaatkan momentum sehingga naikkan pergerakan harga saham PT Graha Layar Prima Tbk," ujar Reza saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menuturkan, meski harga saham PT Graha Layar Prima Tbk itu naik signifikan tetapi perlu dicermait mengingat sifatnya hanya jangka pendek. "Manfaatkan momentum oleh pelaku pasar sehingga dapat membuat aksi ambil untung. Jadi kalau jangka panjang perlu dilihat lagi ke depannya terutama pengembangan bisnis bioskop oleh asing," kata Reza.

Reza menuturkan, pengembangan bioskop sekarang tak hanya menambah jumlah gerainya saja tetapi juga potensi kinerja ke depan terutama untuk meningkatkan nilai tambah.

Pemerintah membuka selebar-lebarnya pintu investasi di industri perfilman untuk asing. Industri itu mencakup distribusi film dan usaha pertunjukkan film.

Sebelumnya Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan revisi daftar negatif investasi ini bakal diperkuat dengan adanya Peraturan Presiden yang bakal rilis tak lama lagi.

"Dalam DNI baru ini, bioskop, pembuatan film, distribusi film akan lebih terbuka sampai 100 persen," kata Franky dalam rilis Paket Kebijakan Ekonomi X di Istana Negara, pada Kamis pekan ini.

Franky mengatakan untuk sektor pertunjukkan film atau bioskop, meski dibuka 100 persen untuk asing ada kewajiban yang harus dipenuhi.

Franky mengatakan, untuk memajukan industri perfilman nasional, bioskop wajib menayangkan 60 persen film Indonesia dari total jam penayangan film di bioskop tersebut.

"Dalam UU no 33 tentang perfilman, pelaku usaha pertunjukkan film, wajib menunjukkan film Indonesia 60 persen, dari seluruh jam pertunujukkan filmnya. Dengan semakin banyak bioskop, maka semakin banyak film dalam negeri, untuk mengejar 60 persen itu," ujar Franky. (Ahm/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini