Sukses


Provinsi Ini Pasok Rumah Subsidi Terbesar

Sebanyak 8,17 persen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memanfaatkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Survei Harga Properti Residensial yang dilakukan Bank Indonesia (BI) memperlihatkan sebagian besar responden berpendapat faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah suku bunga KPR (20,92 persen), uang muka rumah (20,04 persen), kenaikan harga bahan bangunan (17,4 persen), serta perizinan (16,13 persen).

Berdasarkan lokasi proyek, suku bunga tertinggi KPR terjadi di Maluku Utara (12,95 persen) sedangkan suku bunga KPR terendah berada di Nanggroe Aceh Darussalam (10,29 persen). Demikian informasi yang dikutip dari Rumah.com seperti ditulis Senin (22/2/2016).

Di sisi pembiayaan, sebanyak 61,52 persen pengembang mengungkapkan hingga saat ini dana internal perusahaan tetap menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti residensial.

Berdasarkan komposisi, sumber pembiayaan pembangunan properti dari dana internal perusahaan sebagian besar berasal dari modal disetor (26,10 persen), laba ditahan (24,02 persen), lainnya (9,54 persen), dan joint venture (1,85 persen).

Sementara itu, konsumen lebih memilih untuk memanfaatkan fasilitas KPR (kredit pemilikan rumah) dalam melakukan transaksi pembelian properti.

Hasil survei mengindikasikan sebagian besar konsumen (75,77 persen) memilih KPR sebagai fasilitas utama dalam melakukan transaksi pembelian properti residensial terutama pada rumah tipe kecil dan menengah.

Tingkat bunga KPR yang diberikan oleh perbankan khususnya kelompok bank persero berkisar antara 9 persen -12 persen.

Dari sisi penyaluran kredit oleh perbankan, total KPR dan KPA pada kuartal IV-2015 tercatat Rp 337,38 triliun atau tumbuh sebesar 1,17 persen (qtq). Angka ini menurun dibandingkan pertumbuhan di kuartal sebelumnya yang mencapai 1,76 persen dan pertumbuhan total kredit perbankan yang justru mengalami penurunan (-0,24 persen, qtq).

KPR FLPP Capai Rp 6 Triliun

Dari total KPR yang dikucurkan oleh bank sejak Januari hingga Desember 2015, sebanyak 8,17 persen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memanfaatkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari pemerintah.

Pencairan FLPP sampai dengan Kuartal IV-2015 mencapai Rp 6,06 triliun, lebih tinggi dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) FLPP tahun 2015 sebesar Rp 5,10 triliun.

Keuntungan menggunakan FLPP adalah MBR dapat memperoleh cicilan rumah dengan bunga tetap sebesar 5 persen dengan jangka waktu cicilan maksimum 20 tahun.

Berdasarkan data kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dana FLPP digunakan untuk membangun 76.489 unit rumah subsidi di 33 provinsi di Indonesia hingga Desember 2015.

Jawa Barat menjadi provinsi pemasok rumah subsidi terbesar, yakni mencapai 28.409 unit. Banten dan Kalimantan Selatan berada di posisi kedua dan ketiga dengan memasok 7.691 unit dan 5.085 unit.

Di sisi lain, sejumlah provinsi terlihat kesulitan memasok rumah subsidi, seperti Bali (45 unit), Maluku Utara (26 unit), Jakarta (6 unit), dan Kalimantan Utara (5 unit).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Video Terkini