Sukses

Ini Dampak Bila DPR Tolak RUU Tax Amnesty

Pengampunan pajak ini rencananya akan dibahas dalam rancangan undang-undang baru.

Liputan6.com, Jakarta - Center for Taxation Analysis (CITA) menilai ekspansi fiskal untuk membiayai pembangunan bisa terhambat karena pemerintah harus memangkas anggaran pembangunan, sebagai akibat pembatalan pengampunan pajak (tax amnesty).

Bahkan, Indonesia dikatakan bisa terjerat utang luar negeri yang besar jika langkah memperluas basis pajak baru gagal dilakukan lewat pengampunan pajak.

“Ini akan jadi tanggung jawab dan beban moral DPR juga karena mereka turut membahas APBN tiap tahun,” ujar Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo di Jakarta, Senin (29/2/2016).

Dia memaparkan, penundaan maupun pembatalan RUU Tax Amnesty akibat tidak disetujui DPR akan membuat kerugian lebih besar ketimbang dampak positifnya. Selain menurunkan kredibilitas pemerintah, animo dan partisipasi wajib pajak pun akan rendah ke depannya.

Menurut Yustinus, jika tax amnesty gagal dilaksanakan pemerintah karena tidak disetujui DPR, Indonesia tidak akan bisa menambah basis wajib pajak baru, meskipun era Automatic Exchange of Information (AEoI) dimulai pada 2018.

Itu karena para wajib pajak akan terus melakukan penghindaran kewajiban dengan berbagai modus sehingga Indonesia sebagai negara tidak akan dapat menambah penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan.

Era AEoI pun, lanjut Yustinus, tidak serta merta dapat menambah wajib pajak baru. Selain upaya penghindaran kewajiban para wajib pajak terus-menerus, upaya mengejar para wajib pajak oleh otoritas pajak Indonesia membutuhkan revisi UU Perbankan, yang memungkinkan otoritas pajak mengakses kerahasiaan perbankan, seperti diamanatkan OECD melalui kesepakatan AEoI.

Era AEoI membutuhkan regulasi yang mendukung, seperti keterbukaan informasi di dalam negeri dari sistem perbankan dan ketersediaan data dari otoritas pajak berbagai negara di luar negeri terhadap keberadaan aset WNI.

Selanjutnya jika otoritas pajak Indonesia tidak bisa mendapatkan informasi keberadaan aset-aset WNI di luar negeri, otomatis penerimaan pajak tidak akan bertambah, sehingga pembiayaan pembangunan akan mengandalkan utang luar negeri yang akan terus semakin membesar.

“Kerugiannya akan besar, kena dua kali, tidak dapat kewajiban pajaknya dan basis pajak baru, kemudian mau tidak mau, pembiayaan pembangunan mengandalkan utang luar negeri atau belanja pembangunan dipangkas terus-terusan,” tegas Yustinus.

Tanpa tax amnesty, peningkatan penerimaan pajak melalui perluasan wajib pajak baru membutuhkan proses yang panjang, karena penguatan otoritas pajak tidak bisa serta merta dilakukan begitu saja.

Dia menegaskan, tunggakan piutang pajak sebesar Rp 70 triliun pun tidak bisa diandalkan, karena tunggakan pada umumnya kecil-kecil dan yang bisa ditagih hanya sebesar Rp 20 triliun.

Tax amnesty, dikatakan tidak mencederai rasa keadilan, karena justru pengampunan pajak tidak hanya berlaku bagi orang kaya tapi para pengusaha UKM. Dengan ikut serta tax amnesty, para pengusaha UKM yang kebanyakan berasal dari sektor informal bisa masuk ke sistem ekonomi formal untuk kemudian bisa mengakses pembiayaan dari perbankan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK juga angkat bicara terkait pengampunan pajak atau tax amnesty yang akan diberikan pemerintah. Pengampunan pajak ini rencananya akan dibahas dalam rancangan undang-undang baru.

Menurut JK tax amnesty seharusnya tak perlu jika semua wajib pajak membayar kewajiban tersebut. "Yang mampu membayar pajak yang benar sehingga tidak perlu menanti tahun-tahun ke depan untuk tax amnesty lagi," sebut JK.

JK mengatakan, wacana pengampunan pajak muncul bukan tanpa sebab. Dia menjelaskan tax amnesty ada karena masih banyak yang belum bayar pajak.

"Kalau masih diminta pengampunan pajak berarti masih banyak selama ini yang tidak bayar pajak apakah itu bangsa baik tentu tidak," kata dia.

"Saya tidak katakan kita semua. Tapi kita ingin mengatakan pada siapa saja apabila bangssa ini ingin maju bayarlah pajak dengan benar tak perlu tunggu pengampunan," ujar JK. (Nrm/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini