Sukses

Pemerintah Diminta Adil dalam Merancang Regulasi Industri Rokok

Instrumen aturan untuk industri rokok dinilai saat ini sudah begitu banyak (over regulated) sehingga tidak perlu ada penambahan kembali.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai sudah cukup menerapkan kebijakan yang membatasi industri rokok, antara lain kenaikan cukai. Sebab itu, pemerintah diminta tak ikut mengeluarkan kebijakan yang kian membebani industri ini.

Seperti langkah DPRD DKI Jakarta yang menyerahkan rancangan Perda Kawasan Tanpa Rokok ke Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ahok menyebut Raperda itu jadi momentum untuk memberi perlindungan warga DKI dari asap rokok.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, menilai,  setiap kebijakan yang dirancang pemerintah, sudah seharusnya tidak memojokkan pihak tertentu. Harus selalu ada keseimbangan keadilan regulasi.

Instrumen aturan untuk industri rokok dinilai saat ini sudah begitu banyak (over regulated) sehingga tidak perlu ada penambahan kembali.


"Prinsipnya kan hanya mengendalikan, UU sendiri tidak ada kata melarang rokok. Makanya, kan ada cukai, bahkan yang mestinya dilarang itu minuman keras," jelas dia, Kamis (17/3/2016).
 
Enny mengingatkan, Mahkamah Konstitusi dalam putusan atas uji materi pasal 115 ayat 1 UU Kesehatan No 36 tahun 2009, dengan tegas memerintahkan agar disediakan tempat khusus merokok di tempat kerja, tempat umum, instansi pemerintah.

DPRD DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi dinilai seharusnya lebih memperhatikan aspek polusi dari kendaraan bermotor, misalnya yang masih bermasalah di Jakarta. Demikian pula pada minuman keras yang dinilai lebih berbahaya dari tembakau.

Menurut dia, saat ini instrumen pengendalian rokok dengan cukai yang tinggi sudah diterapkan pemerintah. Seharusnya, pemerintah juga memberantas peredaran rokok ilegal yang notabene merugikan industri.  

Pihak yang mengkritik keras industri tembakau juga diingatkan tentang keberadaan Roadmap Industri Hasil Tembakau dimana di dalamnya sudah terintegrasi antara produksi rokok, target konsumsi, dan target penerimaan cukai sebagai instrumen pengendalian.

"Di dalam road map sudah diatur jumlah maksimal produksi termasuk memenuhi target penerimaan negara," tutur dia.

Untuk itu, negara wajib berlaku adil dan memberikan kesempatan seluasnya bagi semua pihak untuk berusaha, termasuk kepada industri hasil tembakau (IHT).

Dengan kontribusi IHT melalui pungutan cukai dan pajak yang sudah mencapai 65 persen, masuk ke kas negara, sesungguhnya IHT dinilai adalah BUMN yang dikelola oleh swasta. (Nrm/Ahm) 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.