Sukses

10 Negara dengan Aliran Uang Gelap, RI Urutan Berapa?

Laporan global financial integrity menyebutkan kalau negara berkembang kehilangan US$ 1 triliun per tahun akibat korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tercatat dalam 10 besar negara yang memiliki aliran uang gelap (illicit financial flows/IFF) dengan nilai lebih dari Rp 2.400 triliun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Koordinator Publish What You Pay Indonesia (PWYP), Maryati Abdullah mengutip dari data Global Financial Integrity (GFI) 2015, melaporkan Indonesia berada pada peringkat 7 besar dunia sebagai negara yang memiliki aliran uang gelap tertinggi ke negara tax havens atau negara surga pajak.  

Dalam rentang waktu 2003-2012, ia menyebut, Indonesia tercatat mengalirkan dana gelap sebesar US$ 187,84 miliar atau sekitar Rp 2.442 triliun (kurs Rp 13.000 per dolar AS). Itu artinya, rata-rata per tahun total aliran uang haram di Indonesia sebesar Rp 244,20 triliun.

"Negara-negara atau aktivitas di tax havens atau negara yang masuk dalam 10 besar aliran uang haram tertinggi itu rata-rata negara yang kaya sumber daya alam, karena industri ini lahan empuk terjadinya aliran uang haram, pencucian uang, korupsi pajak, pengaburan dokumen perusahaan," kata Maryati di kantor Transparancy International Indonesia (TII), Jakarta, Minggu (10/4/2016).  

 

Dari data PWYP yang bersumber dari GFI 2015, China merupakan negara di urutan teratas dengan aliran dana gelap menembus US$ 1,25 triliun. Disusul posisi ke-2 ada Rusia dengan nilai US$ 937,86 miliar, dan diperingkat ke-3 Meksiko dengan aliran dana gelap US$ 514,26 miliar.

India dan Malaysia masing-masing berada di peringkat ke-4 dan ke-5 dengan nilai dana gelap US$ 439,59 miliar dan Rp 394,87 miliar.

Aliran uang gelap dari Brasil mencapai US$ 217,10 miliar dan menempatkannya di urutan ke-6, sedangkan Thailand ada di peringkat ke-8 sebesar US$ 171,68 miliar.

Terakhir di posisi buncit ada Nigeria ke-9 dan Afrika Selatan ke-10 dengan masing-masing memiliki dana gelap sebesar US$ 157,45 dan US$ 122,15 miliar pada periode 2003-2012.

Lanjut Maryati, aliran dana gelap di sektor pertambangan mencapai sekitar Rp 23,89 triliun. Terdiri dari Rp 21,33 triliun berasal dari transaksi perdagangan ilegal dan Rp 2,56 triliun berasal dari aliran uang panas.

"Rasio pajak di sektor pertambangan hanya 9,4 persen, mengindikasikan masih maraknya praktik penghindaran dan pengemplangan pajak di sektor ini," ujar Maryati.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal TII, Dadang Trisasongko mengakui, laporan GFI 2015 menyebut setiap tahun negara berkembang kehilangan US$ 1 triliun akibat korupsi, penggelapan pajak, dan pencucian uang.

Ia menuturkan, GFI memprediksi potensi pajak yang menguap dari Indonesia karena praktik pelarian dana gelap jumlahnya hampir Rp 200 triliun setiap tahun.

"Aliran uang haram dari Indonesia tinggi akibat rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak (WP) kelompok kaya, super kaya dan korporasi, tingginya prevalansi korupsi pajak, praktik penggelapan dan penghindaran pajak dengan metode perekayasaan keuangan yang rumit hingga rendahnya kinerja otoritas pajak di sini," ujar Dadang. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.