Sukses

Tuntut Banyak Hal Saat May Day, Pengusaha Minta Pengertian Buruh

Pengusaha tidak melarang buruh untuk menyampaikan aspirasi di Hari Buruh Internasional‎ karena itu hak setiap warga negara.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah terbiasa dengan tradisi aksi unjuk rasa yang dilakukan buruh setiap peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei. Berbagai tuntutan buruh pun dianggap wajar pengusaha dengan harapan ada peningkatan produktivitas.

"Saya kira merayakan May Day 1 Mei adalah hal yang wajar," kata Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Tenaga Kerja Benny Soetrisno saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (1/5/2016).   

Benny memandang, tuntutan buruh terkait kenaikan upah minimum Rp 650 ribu pada tahun depan sebagai sesuatu yang lumrah dari pekerja. Asalkan, setiap penyesuaian gaji selalu dibarengi dengan peningkatan produktivitas buruh.

"Sebenarnya tuntutan buruh upah naik Rp 650 ribu tahun depan wajar sih, seandainya disertai kenaikan produktivitas kerjanya," ucap Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) itu.

Bagaimana dengan tuntutan lainnya soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diperkirakan buruh masih akan dilakukan pengusaha pada tahun ini?

Benny mengatakan, perusahaan tentu tidak akan melakukan PHK apabila masih mampu mempekerjakan karyawannya. Namun kemampuan itu harus didukung produktivitas tinggi para buruh untuk sanggup bekerja sesuai tugas dan tanggungjawabnya.


Dihubungi terpisah, Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani mengatakan, pengusaha tidak melarang buruh untuk menyampaikan aspirasi di Hari Buruh Internasional‎ karena itu hak setiap warga negara. Hanya saja, pengusaha berharap terjalin hubungan industri yang harmonis dengan pekerja.

"Kita cuma ingin berkembang bersama dengan pekerja, tercipta hubungan industrial yang harmonis, saling memahami ‎situasi masing-masing. Pengusaha dan pekerja kan ibarat rumah tangga, jadi hilangkan perbedaan yang tidak perlu. Toh mana mungkin perusahaan beroperasi tanpa tenaga kerja, dan sebaliknya," harap dia.

Tantangan saat ini, diakui Hariyadi biaya tenaga kerja saat ini semakin tinggi sehingga pengusaha harus berhati-hati merekrut atau mencari pegawai. Dengan begitu, penyerapan tenaga kerja akan lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.

"Kesejahteraan secara luas jadi susah karena lapangan kerja semakin sempit sehingga distribusi pendapatan jadi timpang karena di satu sisi di sektor formal‎ tetap akan mendapat penghasilan yang besar, tapi di luar itu penghasilannya rendah. Jadi ke depan dibangun hubungan jangka panjang," tutur Hariyadi.

Seperti diketahui, sebanyak 1 juta buruh di 32 Provinsi dan 250 Kabupaten/Kota menggelar aksi unjuk rasa serempak. Sementara di Jakarta, ada 150 ribu buruh berdemo dengan lokasi Istana Negara dan Gelora Bung Karno (GBK).

"Tak kurang dari 1 juta buruh siap melakukan aksi di peringatan May Day. Itu yang sudah terkonfirmasi oleh kawan-kawan daerah. Sedangkan untuk massa buruh yang ikut demo se-Jabodetabek 150 ribu orang," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.    

Adapun tiga tuntutan buruh pada Hari Buruh Internasional ini, antara lain :

1. Mendesak pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Tolak upah murah dan menaikkan upah minimum 2017 sebesar Rp 650 ribu.

Menurut Said, pihaknya sedang melakukan judicial review di Mahkamah Agung (MA) supaya membatalkan PP 78/2015 tersebut. Dalam prosesnya, seharusnya PP ini dinilai tidak berlaku sampai keputusan in krah.

Karena aturan itu melanggar hak setiap warga negara Indonesia memperoleh kehidupan yang layak, menghapus hak negosiasi, perundingan, dan kebebasan berserikat bagi buruh untuk ikut menetapkan besaran upah minimum.

"Ini rezim upah murah. Jadi kita menuntut ada kenaikan upah minimum tahun depan sekitar 20-25 persen atau Rp 650 ribu per bulan untuk rata-rata se-Indonesia. Kalau pakai PP 78, naiknya cuma 9 persen atau Rp 200 ribu-Rp 250 ribu. Ini kan kecil sekali," tegasnya.  

2. Stop kriminalisasi-dan stop Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

"PHK masih mengancam buruh. Faktanya ada 2.600 buruh nelayan di Cirebon terancam kena PHK, di Jombang ada 6.000 buruh di PHK. Bahkan data kami total terjadi PHK 32.680 orang sepanjang Januari-Maret ini," terang Said.

3. Buruh menolak reklamasi Teluk Jakarta-tolak penggusuran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Serta menolak Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).

Said menjelaskan, RUU Pengampunan Pajak sangat melukai dan mencederai buruh serta masyarakat kecil yang taat membayar pajak.

"Buruh mana pernah mengemplang pajak, wong begitu gajian langsung dipotong. Kalau dilihat perorangan, pajaknya memang kecil, tapi jika diakumulasi 44 juta buruh se-Indonesia, bisa triliunan rupiah," tegas dia.(Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini