Sukses

MPR Sepakat RI Terapkan Kebijakan Pengampunan Pajak

Pemerintah dinilai harus berupaya mengejar dan menarik dana warga Indonesia yang mengalir dan mengendap di luar negeri lewat tax amnesty.

Liputan6.com, Jakarta - MPR mendukung rencana pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menerapkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang kini masih dibahas DPR.

Pemerintah dinilai harus berupaya mengejar dan menarik dana orang-orang Indonesia yang mengalir dan mengendap di luar negeri, yang nilainya mencapai hingga Rp 200 triliun per tahun.

"Saya setuju atas upaya menarik atau repatriasi uang orang Indonesia di luar negeri, termasuk mendeklarasikan dananya. Tapi kita perlu memikirkan dari sisi kepentingan pemilik uang supaya cepat lapor uangnya demi kepentingan bangsa dan negara," ujar Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (3/5/2016).

Dia mengaku, penerimaan pajak merupakan nyawa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena kontribusinya mencapai 70 persen. Sayang, rasio pajak di Indonesia masih rendah sekitar 11-12 persen, sehingga penerimaan pajak semakin mengkhawatirkan. Salah satunya akibat praktik penggelapan pajak.


"Saat lemahnya penerimaan pajak, banyak uang yang malah diparkir di negara lain. Setiap tahunnya, sekitar Rp 200 triliun aliran dana gelap orang Indonesia ke luar negeri. Tax amnesty adalah cara memanfaatkan atau mengampuni kesalahan Wajib Pajak di masa lalu," tegas dia.

Pada perjalanannya, diakui Oesman, rencana pengampunan pajak memicu kekhawatiran bahwa pengusaha akan menjadi sasaran empuk pengejaran setoran pajak paska kebijakan tersebut berlaku. Ini merupakan praduga yang masih dipikirkan DPR yang akan membahas RUU Tax Amnesty bersama pemerintah.

"Jadi masih ada praduga dari pengusaha sekarang diampuni, tapi dua tahun mendatang dikejar-kejar pajak makin besar. Tapi memang tax amnesty adalah jembatan buat kita memasuki era keterbukaan informasi perbankan untuk kepentingan pajak," dia menuturkan.

Di sisi lain, Oesman meminta Ditjen Pajak perlu melakukan pembenahan 5 S, yakni Strategi, Struktur Organisasi, Skill, Sistem, serta Speed dan Target.

Menurut dia, Ditjen Pajak harus mengatur strategi dalam membangun sistem perpajakan, termasuk mempersiapkan struktur organisasi yang cocok untuk strategi tersebut.

"Skill menerapkan the right man in the right place. Membangun sistem pajak yang berkelanjutan dan tidak mudah goyah meski berganti pemerintahan. Serta memiliki speed atau kecepatan untuk mencapai target penerimaan pajak dalam jangka pendek," pungkas Oesman.(Fik/nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.