Sukses

BNPB: Uang Negara Hilang Rp 221 Triliun Akibat Kebakaran Hutan

BNPB menyebutkan kerugian negara Rp 221 triliun akibat kebakaran hutan atau setara dengan 1,5 persen PDB Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB mengungkapkan, bencana kebakaran hutan di sejumlah wilayah di Indonesia pada tahun lalu telah menimbulkan kerugian Negara. Nilainya mencapai Rp 221 triliun atau 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

"Indonesia mengalami rugi senilai Rp 221 triliun dari bencana kebakaran hutan saja. Itu kejadian tahun lalu," ucap Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, B. Wisnu Widjaja usai Sidang Tahunan IDB di JCC, Minggu (15/5/2016).

Wisnu menuturkan, kerugian tersebut setara dengan 1,5 persen PDB Indonesia yang mencapai Rp 11 ribu-Rp 12 ribu triliun. Dibandingkan Negara lain, katanya, kerugian itu lebih rendah dibanding derita Jepang akibat bencana tsunami beberapa tahun lalu. Tsunami telah memporakporandakan wilayah Negeri Sakura dengan kerugian mencapai Rp 3.000 triliun.

"Kerugian Jepang sampai Rp 3.000 triliun akibat hantaman tsunami. Coba kalau itu kena di satu kota vital di kita, misalnya di pusat pertumbuhan, kita akan kolaps. Minimal terganggu lah," ujar dia.

Bencana kebakaran hutan, sambungnya, merembet kepada persoalan lainnya, termasuk lingkungan dan ekonomi. Dia bilang, apabila hutan gambut terbakar, maka perlu waktu 12 tahun lamanya untuk tumbuh kembali. "Lingkungan rusak, ujung-ujungnya kehancuran dan berdampak ke krisis ekonomi," tutur Wisnu.

Sayangnya, kata Wisnu, dana cadangan bencana dari pemerintah pusat yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 4 triliun. Rinciannya Rp 2 triliun untuk penanggulangan bencana dan Rp 2 triliun lagi untuk rehabilitasi.

"Dana cadangan bencana untuk kebakaran hutan yang kita pakai tahun lalu Rp 700 miliar. Sisanya ya kita kembalikan ke kas Negara," ujar dia.

Wisnu mengimbau agar pengusaha tidak tinggal diam dalam upaya pelestarian lingkungan. Pengusaha mempunyai kewajiban untuk melindungi baik di tingkat hulu maupun hilir, seperti konsumen. "Kayak waktu Gunung Kelud meletus, produksi susu sapi terganggu, akhirnya perusahaan susu dan yang mengandalkan bahan baku susu terganggu," jelas dia. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini