Sukses

‎Banyak Utang Jatuh Tempo Jadi Pendorong Pelemahan Rupiah

Rupiah dibuka di angka 13.627 per dolar AS, melemah jika dibandingkan penutupan pada Jumat kemarin yang ada di level 13.587 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS‎) kembali mengalami pelemahan. Padahal di akhir pekan kemarin, rupiah sempat bangkit. 

Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengungkapkan, memang selama ini pelemahan rupiah diakibatkan sentimen global, terutama rencana kenaikan bunga oleh The Fed.

"Namun dari sisi domestik, banyaknya perusahaan membayarkan dividen, dan kewajiban lainnya seperti pembayaran utang. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu pelemahan rupiah," kata Agus di Gedung Bank Indonesia, Senin (30/5/2016).

Pelemahan rupiah ini diyakini hanya bersifat sementara. Memasuki kuartal III 2016, rupiah diperkirakan bakal kembali berjalan di tren yang positif.

"Jadi ini ciri khas kuartal II, banyak sekali kewajiban luar negeri dilakukan korporasi, pembayar deviden dividen atau kewajiban luar negeri lainnya. Nanti kita bisa lewati ini, harapannya kuartal selanjutnya akan lebih baik," papar Agus.

Mengutip Bloomberg, Senin (30/5/2016) rupiah dibuka di angka 13.627 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan pada Jumat kemarin yang ada di level 13.587 per dolar AS. Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.578 per dolar AS hingga 13.653 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.641 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan Jumat lalu yang ada di angka 13.575 per dolar AS.

Pada perdagangan di awal pekan ini, hampir semua mata uang di negara berkembang tertekan terhadap dolar AS. Mata Uang Won Korea Selatan mengalami tekanan paling dalam pada perdagangan di awal pekan ini dengan melemah 1,1 persen pada pukul 1.53 waltu Seoul Korea Selatan. Pelemahan won ini lebih besar dibandingkan dengan Ringgit Malaysia dan juga rupiah.

Pelemahan mata uang di negara berkembang ini masih disebabkan tekanan dari Dolar AS yang menguat. Sama seperti pekan sebelumnya, penguatan dolar AS karena rencana kenaikan suku bunga the Fed.

Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen menyatakan bahwa kemungkinan besar bank sentral akan menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan. Pertanyaan dari Yellen ini menguatkan pernyataan dari dewan gubernur lainnya.

"Kenaikan suku bunga the Fed ini akan membuat penarikan dana dari negara-negara berkembang," jelas analis BDO Unibank Inc, Jonathan Ravelas. Ia melanjutkan, bebebrapa negara berkembang kemungkinan akan menguji titik terendahnya seperti yang terjadi pada awal Januari lalu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini