Sukses

Pengamat: Pemerintah Harus Waspadai Dampak Tak Langsung Brexit

Saat Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa kemarin, hampir semua mata uang negara mengalami tekanan, termasuk rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia perlu mewaspadai dampak dari keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa (Britain Exit/Brexit). Sebab dampak dari langkah yang diambil Inggris tidak akan dirasakan Indonesia secara langsung, tetapi dalam jangka panjang.

Pengamat Ekonomi Lana Soelistianingsih mengatakan, saat Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa kemarin, hampir semua mata uang negara mengalami tekanan, termasuk rupiah. Hanya Yen Jepang dan Dolar Amerika Serikat (AS) yang terhitung stabil.

"Kita lihat kemarin nilai tukar di semua negara mengalami pelemahan kecuali Yen dan Dolar. Indonesia pun tidak bisa terisolasi dengan kondisi ini," ujar dia di Jakarta, Sabtu (25/6/2016).

Dengan tertekannya nilai tukar rupiah, maka akan memberikan dampak pada dunia usaha di dalam negeri, terutama sektor produksi. Pasalnya bahan baku untuk sektor ini masih didominasi oleh impor dan sangat dipengaruhi kondisi rupiah.

"Nilai tukar ini sangat dominan di proses produksi kita karena banyak bahan baku yang diimpor. Kalau itu melemah cukup tinggi akan membuat pelaku usaha wait and see, tunggu sampai posisinya stabil. Di rupiah kita mengalami tekanan, ini jangan dianggap sepele, harus ada perhatian supaya bisa stabil. Rupiah melemah karena dolar menguat. Kalau dolar menguat harga komoditas turun. Kita masih commodity base, ekspor kita akan terkena dari aspek komoditas," jelas dia.

Memang, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Jumat pekan ini. Hasil sementara voting referendum Inggris yang menunjukkan Inggris akan keluar dari Uni Eropa (UE) atau disebut Britain Exit (Brexit) membayangi mata uang Asia termasuk rupiah.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat siang (24/6/2016), posisi rupiah berada di kisaran 13.477 per dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah melemah 229 poin dari penutupan perdagangan kemarin di kisaran 13.248 per dolar Amerika Serikat.

Rupiah sempat dibuka menguat ke level 13.218 per dolar AS. Rupiah pun bergerak di kisaran 13.218-13.530 per dolar AS pada Jumat kemarin.

Menurut Lana, Brexit ini mungkin tidak akan berdampak secara langsung kepada ekonomi Indonesia. Pasalnya kinerja perdagangan Indonesia dan Inggris terbilang kecil jika dibandingkan Indonesia dengan negara lain. Namun, porsi perdagangan Inggris dengan Tiongkok sangat besar. Jika ini terganggu, akan berdampak juga ke Indonesia.

"Kalau mau melihat Brexit harus pakai kaca pembesar. Perdagangan Indonesia dengan Inggris hanya 1 persen dari total Uni Eropa, tidak bisa seperti itu. Efeknya bukan langsung, bisa juga rentetannya ke tempat lain. Tiongkok punya hubungan dagang dengan Inggris itu kuat. Nah kita punya hubungan dagang dengan Tiongkok itu besar. Jadi kalau Tiongkok terkena dampak dari Inggris lebih besar, kita juga akan terkena dampaknya," kata dia.

Selain itu, lanjut Lana, yang harus jadi perhatian pemerintah bukan soal efek Brexit ‎ke pasar keuangan Indonesia. Melainkan dampak tidak langsungnya ke sektor riil di dalam negeri. Pasalnya, sektor ini yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.

"Memang kita akan mengalami shock di pasar keuangan, mungkin hanya berlanjut dalam 2-3 hari ke depan. Tapi dampaknya ke depan lebih ke sektor riil. Karena sektor ini yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Kalau sektor keuangan pelakunya itu relatif terbatas, kalau sektor riil di situ ada‎ masyarakat," tandas dia.(Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.