Sukses

DPR Sahkan UU Pengampunan Pajak

Mayoritas fraksi DPR telah setuju untuk mengesahkan RUU Pengampunan Pajak. Saat ini, 9 dari 10 fraksi telah menyetujui penyesahan UU.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah melawati masa pembahasan yang cukup panjang, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak (tax amnesty) menjadi UU.

Ketua DPR Ade Komarudi mengatakan, mayoritas fraksi di DPR telah setuju untuk mengesahkan RUU ini. Saat ini 9 dari 10 fraksi telah menyetujui penyesahan UU. 

"Secara ‎mayoritas, 9 dari 10 fraksi telah menyetujui draft RUU tax amnesty. Setuju?," ujar Ade di Jakarta, Selasa (28/6/2016).

"Setuju," seru anggota DPR yang hadi‎r dalam sidang paripurna tersebut.

Dari 10 fraksi tersebut, satu fraksi yang tidak setuju akan pengesahan ini yaitu PDI perjuangan. Anggota Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka‎ meminta agar draft ini kembali dibahas lantaran pembahasannya selama ini dinilai terlalu singkat dan tertutup.

"Saya tidak habis pikir potensi finansial Indonesia di luar negeri Rp 3.500 triliun, kenapa penerimaan negara hanya Rp 165 triliun. Kita minta ini ditunda Pak Ketua, ini harus dibahas ‎kembali," kata Rieke.

Sementara fraksi lain seperti Fraksi PKS menyetujui ‎pengesahan UU ini namun masih memiliki catatan untuk diikutsertakan dalam pengesahan. "PKS menolak 5 pasal yang menjadi catatan pandangan fraksi. PKS menolak pasal-pasal tadi," kata anggota Fraksi PKS Ecky Awal Muharram.

UU ini terdiri dari 13 bab dan 25 pasal, dengan sistematika:

BAB I Ketentuan Umum
BAB II Asas dan Tujuan
BAB III ‎Subjek dan Objek Pengampunan Pajak
BAB IV Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan
BAB V Tata Cara Penyampaian surat Pernyataan, Penerbitan Surat Keterangan, dan Pengampunan Atas Kewajiban Perpajakan
BAB VI ‎Kewajiban Investasi Atas Harta Yang Diungkapkan dan Pelaporan
BAB VI Perlakuan Perpajakan
BAB VII perlakuan atas Harta Yang Belum atau Kurang Diungkap 
BAB IX Upaya Hukum
BAB X‎ Manajemen Data dan Informasi
BAB XI Ketentuan Pidana
BAB XII Ketentuan Pelaksanaan Pengampunan Pajak
BAB XIII Ketentuan Penutup.

Berikut poin-poin utama dalam UU Pengampunan Pajak:

Pertama, Pengampunan Pajak merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Kewajiban perpajakan yang mendapatkan PengampunanPajak terdiri atas kewajiban Pajak Penghasilan dan Pajak Penjualan Nilai atau Pajak atas Barang Mewah.

Kedua, Harta adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk yang berada di dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketiga, Setiap wajib pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak. Jika Wajib Pajak belum mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak, Wajib Pajak mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh NPWP di kantor Direktorat Pajak tempat wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan.

Keempat, Dalam Undang-Undang ini, tarif‎ uang tebusan terbagi atas:

1. Tarif Uang Tebusan atas Harta repatriasi
dalam negeri, adalah sebesar:
a. 2 persen untuk periode 3 bulan pertama;
b. 3 persen untuk periode 3 bulan kedua; dan
c. 5 persen untuk periode tanggal 1 Januari sampai‎ dengan tanggal 31 Maret 2017.


2. Tarif Uang Tebusan atas Harta deklarasi luar negeri‎ sebesar:
a. 4 persen untuk periode 3 bulan pertama;
b. 6 persen untuk periode 3 bulan kedua;
C. 10 persen untuk periode tanggal 1 Januari 2017 sampai
dengan tanggal 31 Maret 2017.

3. Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak UMKM, adalah sebesar:
a. 0,5 persen bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan
nilai Harta sampai dengan Rp 10.000.000.000,00 dalam Surat Pernyataan; atau
b, 2 persen bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta ‎lebih dari Rp 10.000.000.000,00 dalam Surat Pernyataan untuk periode sampai dengan 31 Maret 2017.

Kelima, disepakati periode penyampaian SuratPernyataan terbagi atas 3 periode, yaitu 3 bulan pertama, bulan keempat sampai 31 Desember 2016, dan 1 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017

Keenam, juga disepakati Wajib Pajak dapatmengajukan Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan 31 Maret 2017.

Ketujuh, dalam UU ini, untuk melakukan repatriasi, pengalihan harta ke dalam negeri harusmelaluibank persepsi yang khusus ditunjuk oleh menteri.‎Harta yang dialihkanharu‎ diinvestasikan palingkambat pada tanggal 31 Desember 2016‎ bagi yangmenyatakan‎ periode pertama kedua atau paling lambat 31 Maret 2017 bagi yang menyatakan pada periode ketiga.

Kedelapan, Wajib Pajak yang telah Surat Keterangan, memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:

a. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan etetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak terakhir.

b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan Tahun Pajak Terakhir

c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan

d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak terakhir, yang sebelumnya telah ditangguhkan sampai dengan diterbitkannya Surat Keterangan.

Kesembilan, Jangka waktu investasi untuk wajib pajak yang mengalihkan harta melalui bank persepsi yang ditunjuk secara khusus paling singkat 3 tahun sejak tanggal diallhkannya Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kesepuluh, Terkait kerahasiaan data RUU ini mengatur, data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak. Pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan memberitahukan data dan informasi yang atau diberitahukan oleh wajib pajak kepada pihak lain. Jika terbukti melanggar akan dipidana dengan pidana penjara maksimal 5 tahun.

 


**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.