Sukses

Ini 21 Alasan MK Harus Batalkan UU Tax Amnesty

Dua organisasi mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 11 2016 Tentang pengampunan Pajak.

Liputan6.com, Jakarta - Dua organisasi yakni Yayasan Satu Keadilan (YSK) bersama Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) telah mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 11 2016 Tentang pengampunan pajak (Tax Amnesty) pada 18 Juli 2016.

Ketua YSK sekaligus Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sugeng Teguh Santoso mengatakan, ‎selain menabrak prinsip membuat sebuah perundang-undangan, UU Pengampunan Pajak itu juga berpotensi besar kembali menabrak hukum. Sebab, pemerintah belum bisa memastikan asal muasal uang para pengemplang pajak tersebut.

"Apakah pemerintah yakin bahwa uang para pengemplang pajak yang ingin direpatriasi itu bukan hasil korupsi, bukan hasil perdagangan narkotika, bukan hasil perdagangan manusia, buka hasil judi dan lain sebagainya? Bagaimana pemerintah mengetahui asal muasal uang jika tidak dilakukan penelisikkan terlebih dahulu?" kata Sugeng, usai mendaftarkan judicial review UU Tax Amnesty, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/7/2016).

Dalam UU tersebut juga tercantum adanya pasal yang memberikan pidana bagi pembocor data atau informasi wajib pajak yang minta pengampunan pajak.

‎Selain itu, keringanan berupa uang tebusan dengan tarif ringan bagi pengemplang pajak menjadi ironi. Karena, UU adalah produk hukum. Inti dari sebuah produk hukum adalah menciptakan efek jera bagi pelaku dan menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak mencoba-coba melanggar hukum. Sedangkan UU Tax Amnesty memberikan keringanan bagi pengemplang pajak.

“Seharusnya penjarakan pelaku dan sita harta kekayaannya, bukannya menggelar karpet merah seolah-olah mereka warga negara yang baik dan berjasa bagi negara,” ungkap Sugeng.

Uang tebusan dengan tarif ringan sebagaimana termaktub dalam UU Tax Amnesty juga terlalu menyederhanakan persoalan, bila dilihat dari instrumen penegakan hukum perpajakan yang dimiliki dan dapat digunakan oleh pemerintah. Instrumen itu terkait dengan langkah Direktorat Perpajakan Internasional dan Direktorat Intelijen Perpajakan yang baru dibentuk.

“Instrumen ini seharusnya langsung diberikan tanggung jawab mengejar pengemplang pajak yang daftar namanya sudah gamblang di Panama Papers,” tutur Sugeng.

Secara keseluruhan ada 21 alasan MK harus membatalkan UU Pengampunan Pajak versi YSK dan SPRI. Berikut alasan tersebut:

1. UU Tax Amnesty mengizinkan praktik legal pencucian uang.
2. Kebijakan Tax Amnesty memberi prioritas kepada penjahat kerah putih.
3. UU Tax Amnesty dapat menjadi karpet merah bagi para pengemplang pajak.
4. UU Tax Amnesty memberikan diskon habis-habisan terhadap pengemplang pajak.
5. UU Tax Amnesty menggagalkan program whistleblower.
6. UU Tax Amnesty menabrak prinsip keterbukaan informasi.
7. Kebijakan Tax Amnesty berpotensi dimanfaatkan oleh penjahat perpajakan.
8. UU Tax Amnesty tidak akan efektif seperti tahun 1964 dan 1986.
9. UU Tax Amnesty menghilangkan potensi penerimaan negara.
10. UU Tax Amnesty bentuk pengkhianatan terhadap warga miskin.
11. UU Tax Amnesty mengajarkan rakyat untuk tidak taat membayar pajak.
12. UU Tax Amnesty memarjinalkan pembayar pajak yang taat.
13. Pajak bersifat memaksa.
14. UU Tax Amnesty aneh bin ajaib karena hanya berlaku satu tahun.
15. UU Tax Amnesty memposisikan presiden dan DPR berpotensi melanggar konstitusi.
16. UU Tax Amnesty dianggap menabrak prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before law).
17. UU Tax Amnesty bentuk intervensi dan penghancuran proses penegakan hukum.
18. UU Tax Amnesty dianggap sebagai cermin kelemahan pemerintah terhadap pengemplang pajak.
19. UU Tax Amnesty melumpuhkan institusi penegakan hukum.
20. UU Tax Amnesty patut diduga pesanan para pengemplang pajak karena memberikan hak eksklusif tinggi bagi mereka.
21. UU Tax Amnesty dianggap membuat proses hukum pajak yang berjalan menjadi tertunda.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini