Sukses

Ini Oleh-Oleh Menkeu Bambang dari Pertemuan G20 di Tiongkok

Menkeu Bambang Brodjonegoro menyatakan Inggris keluar dari Uni Eropa menjadi fokus pertemuan G20.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menyampaikan hasil pertemuan dengan Menkeu dan gubernur bank sentral dari negara anggota G20 di Chengdu, Tiongkok, pekan lalu.

Pertemuan itu fokus pada pembahasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit dan menyongsong pertukaran data dan informasi perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI) pada 2018.

Usai rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar), Bambang mengatakan, pertama, negara-negara G20 konsen dengan Brexit walaupun dampaknya tidak seburuk yang diperkirakan.

"Tapi praktis semua menganggap ada sideback gara-gara Brexit. Sebagai G20, kita meyakini masalah Brexit ini bisa ditangani dengan baik antara Inggris dan Uni Eropa," ujar dia saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (25/7/2016).

Kedua, tuturnya, terkait perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS). Bank sentral AS tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR).  

"Tidak ada update khusus mengenai FFR, selain mereka terus melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja, inflasi. Belum ada tanda-tanda mereka segera mempercepat kenaikan tingkat bunga," ujar Bambang.

Hasil ketiga, Bambang mengatakan pihaknya melakukan intervensi khusus mengenai persiapan pertukaran data secara terbuka di 2018. Indonesia, katanya, mengusulkan ada sanksi atau hukuman bagi negara yang melanggar komitmen membuka data dan informasi terkait perpajakan.

"Saya juga menyampaikan informasi bahwa kemungkinan ada beberapa yurisdiksi yang mencari celah untuk tidak mengikuti AEoI. Jadi kita minta G20 mewaspadai hal ini, memastikan semua yurisdiksi negara maupun bukan negara untuk bisa diikat dalam ketentuan AEoI," dia menjelaskan.

Bambang menuturkan, keputusan sanksi atau hukuman belum final mengingat harus ada kepastian semua negara ikut dalam era keterbukaan informasi perpajakan ini.

Terakhir, ia mengakui Panama yang setuju untuk ikut membuka data ini di 2018.  Sanksi, ucapnya, masih harus dirumuskan dengan negara-negara OECD dan kemudian diajukan ke negara-negara G20. Tujuannya dapat dipatuhi seluruh negara.

"Sanksinya semacam blacklist dan sanksi dalam bentuk aliran uang atau pengakuan terhadap sistem keuangan, dan lainnya. Sanksi nanti dirumuskan OECD dan dilakukan ke G20 supaya nanti dipatuhi semua negara tanpa terkecuali bagi yang yurisdiksi maupun yang tidak," ucap Bambang. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.