Sukses

Kementan Bangun Industri Perunggasan Untuk Penuhi Protein Hewani

Kementan tidak hanya fokus pada upaya pencapaian swasembada daging sapi, tetapi fokus juga menyediakan pangan bergizi dan berimbang

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) tidak hanya fokus pada upaya pencapaian swasembada daging sapi, tetapi fokus juga menyediakan pangan bergizi dan berimbang melalui peningkatan produksi unggas khususnya ayam dàn telur sebagai sumber protein hewani. Daging dan telur ayam memiliki Kecukupan dan keseimbangan protein tinggi dan biaya produksi dan juga harga yang lebih murah dibandingkan daging sapi.

Pada saat ini populasi ayam ras daging mencapai 3,3 Milyar ekor dan ayam ras petelur 210,3 juta ekor. Sementara populasi ayam buras saat ini berjumlah 286,5 juta ekor. Ketersediaan daging ayam dan telur sudah surplus melebihi kebutuhan konsumsi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan), Hari Priyono menyampaikan permasalahan pangan dihadapkan pada kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan, sehingga mengalami kendala dalam hal konekstivitas atau distribusi. Akibatnya produk dari daerah sentra pertanian tidak bisa mengalir secara cepat ke pasar maupun sentra konsumen.

"Oleh karena itu, solusi yang yang telah dilakukan pemerintah di antarannya tol laut kapal ternak dengan mengangkut sapi langsung dari peternak NTT ke pulau Jawa dan membangun Toko Tani Indonesia untuk memotong rantai pasok," ujar Hari saat memberikan arahan dalam Fokus Grup Diskusi Kementan dan Kompas, yang membahas Unggas Sebagai Sumber Protein di Jakarta, Kamis (4/8).

Terkait industri perunggasan, Direktur Budidaya dan Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Surahman, mengatakan produksi pangan hewan asal ternak saat ini ayam Ras menyumbang 55% daging dan 71% telur. Sedangkan ayam Buras hanya menyumbang 11% daging dan 11% telur. Selain itu ayam Ras telah menimbulkan revolusi menu orang Indonesia dari Red-meat ke White-meat yaitu dari 55% konsumsi daging sapi atau kerbau turun menjadi 17% dan mengkonsumsi daging unggas baik ayam Ras dan Buras menjadi 67% selama kurun waktu 50 tahun terakhir yang sebelumnya 15%.

"Kini dapat dikatakan, ayam Ras menjadi suatu industri yang dilengkapi dengan industri pendukungnya yaitu pakan, bibit, obat-obatan dan industri pendukung lainnya. Untuk meningkatkan efisiensi ayam Ras telah mengintegrasikan dari sejak hulu, budidaya, dan hilir," kata Surahman.

Dalam kesempatan ini pun, Surahman menjelaskan kondisi perunggasan tahun 2016, di antaranya, pertama, terjadi over supply produksi daging ayam yang disebabkan, impor Grand Parent Stock (GPS) yang berlebih di tahun 2013-2014 karena over estimasi perhitungan demand.

Kedua, usaha peternakan ayam ras pedaging (broiler)sekitar 80% dikuasai perusahaan integrasi dan hanya 20% peternak mandiri,sedangkan usaha ayam ras petelur (layer) sebaliknya.

Ketiga, peternak mandiri ayam ras pedaging (broiler)sulit bersaing dengan perusahaan integrasi dilihat dari sisi penguasaan sarana produksi dan efisiensi usaha sehingga harga relatif lebih tinggi.

Keempat, hasil produksi ayam ras pedaging dari perusahaan integrasi sekitar 20% untuk pengolahan dan 80% dijual ke pasar tradisional sehingga market share peternak ayam mandiri di pasar tradisional menjadi turun.

Kelima, perusahaan integrasi juga sebagai perusahaan inti dan dominan memiliki Rumah Pemotongan Ayam (RPA) telah melakukan penyimpanan di cold storage, namun kapasitas cold storage hanya mampu menampung stok sebesar 15-20 % dari total produksi," jelasnya.

Untuk itu, Surahman menegaskan Kementan telah menetapkan kebijakan untuk menjaga stabilitas supply dan demand ayam ras. Pertama, mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26/Permentan/PK.230/5/2016 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras. Regulasi ini mengatur Keseimbangan supply-demand daging ayam dan pengontrolan ketat impor GGPS dan GPS dan Kepastian peternak mendapatkan suplai DOC dari Breeder (minimal 6 bulan ke depan kepada pembibit).

Kedua, Kementan terus melakukan pengawasan peredaran DOC sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Ketiga, mengurangi impor bahan baku pakan secara bertahap untuk disubsitusi dari dalam negeri. Keempat, mendukung promosi mengkonsumsi ayam dan telur, mengubah persepsi masyarakat tentang sehatnya mengkonsumsi ayam.

"Kelima, program afkir dini induk untuk sementara dihentikan, sampai adanya keputusan akhir dari KPPU, kecuali afkir dini inisiatif masing-masing apabila dianggap perlu," tegas Surahman.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tantangan Industri Perunggasan

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia, Anton Supit menuturkan tantangan industri perunggasan saat ini ada pada kondisi harga pakan dan keseimbangan permintaan dan suplai, sehingga pemerintah perlu mengatur dan tidak diserahkan ke mekanisme pasar.

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia berharap agar pemerintah memperhatikan peternak rakyat dan harga jual ayam. Selain itu ia berharap agar tidak terjadi lagi perang harga yang dapat membunuh peternak rakyat.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Desianto Budi Utomo, mengusulkan perlunya mengembangkan pola kemitraan budidaya jagung sebagai bahan baku industri pakan ternak. Pemerintah diharapkan memberikan dukungan regulasi, pinjaman lunak, garansi harga dan pembelian pabrik pakan serta perlunya dibangun infrastruktur agar sistem logistik lebih kondusif.

Namun demikian, Ketua Umum Kontak Tani Andalan Nelayan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir meminta komitmen GPMT agar industri pakan ternak meningkatkan kerja sama untuk menyerap jagung petani secara besar-besaran.

"Ini penting dilakukan sehingga industri pakan memprioritaskan jagung lokal daripada mengandalkan impor," pintanya.

Selanjutnya, Pakar Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Rahmat Pambudy menegaskan forum ini kesempatan yang baik bagi semua pihak untuk merumuskan pengembangan industri perunggasan di Indonesia. Untuk itu ia berharap agar para pelaku usaha untuk intensif berkoordinasi memecahkan masalah secara tuntas.

Menyoal pentingnya kandungan protein hewani, Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia, Hardinsyah menyampaikan daging sapi bukan satu-satunya sumber protein yang hewani, namun masih ada protein dari ayam, bebek, putuh, kelinci, kambing dan berbagai jenis ikan yang kandunganya lebih tinggi dari sapi.

"Untuk itu, diperlukan peningkatan diversifikasi dan mutu konsumsi pangan. Berbagai hal yang perlu diperhatikan yakni suplai, sosial ekonomi, teknologi, keteladanan dan pembiasan makan sejak dini," terangnya.

Pada akhir FGD ini, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan bahwa kinerja pertanian saat ini berkat kerja keras semua pihak, termasuk seluruh yang hadir di forum ini. Tahun 2016 ini tidak ada lagi impor bawang merah, sedangkan impor jagung turun 47,5 persen.

"Bila diperlukan regulasi terkait perunggasan yang bermanfaat bagi peternak, perusahaan dan konsumen agar segera diajukan dan akan ditandatangani. Arah ke depan adalah mengembangkan ternak ruminansia kecil, ruminansia besar dan unggas sebagai sumber protein. Menteri Kelautan dan Perikanan sudah mendorong penyediaan ikan secara melimpah sebagai sumber protein," tutur Amran.

Amran menambahkan, saat ini dalam rangka menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka, Kementan sedang menyusun roadmap pengembangan pertanian baik jangka pendek, menengah dan panjang hingga 2045 menuju Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.

(Adv)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.