Sukses

Diterpa Isu Kenaikan Harga, Rokok Langsung Sumbang Inflasi

BPS akan melakukan survei khusus untuk mengetahui pengaruhnya ke konsumsi masyarakat bila ‎harga rokok Rp 50 ribu per bungkus.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan ‎bahwa isu kenaikan harga jual rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus telah mengerek harga hasil tembakau ini di sejumlah daerah. Akibatnya rokok telah menyumbang inflasi di Manokwari dan Sorong masing-masing 1,27 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengumumkan pencapaian deflasi 0,02 persen di Agustus 2016. Namun di beberapa daerah malah mencetak inflasi, seperti di Manokwari dan Sorong dengan realisasi inflasi tertinggi, masing-masing 1,27 persen.

"Inflasi disebabkan karena isu kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu, sehingga sudah berpengaruh terhadap peningkatan harga jual rokok di pedagang eceran di daerah tersebut," katanya saat Konferensi Pers di kantor pusat BPS, Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Diakui Sasmito, pedagang eceran di beberapa daerah telah menyesuaikan harga jual rokok per bungkus sekitar Rp 100 sampai Rp 200. Sehingga dampak terhadap konsumsi maupun inflasi belum signifikan meskipun inflasi karena harga rokok sudah terjadi, selain Manokwari dan Sorong.

"Harga sudah naik, begitu ada isu harga jadi Rp 50 ribu dan penyesuaian cukai rokok, pedagang langsung deh naikin harga. Misalnya per bungkus Rp 15 ribu, dijual Rp 15.200, jadi kan tidak terasa," papar dia.

Menurut Sasmito, pemerintah tidak akan menaikkan cukai secara signifikan, sehingga pengusaha rokok mengatrol harga jualnya menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Sebab jika itu terealisasi, maka diperkirakan imbasnya sangat besar terhadap laju inflasi.

"Tidak mungkin harga rokok jadi Rp 50 ribu per bungkus, karena Badan Kebijakan Fiskal (BKF) pasti akan mempertimbangkan banyak hal. Kalau konsumsi rokok tidak berubah, maka harga jual rokok Rp 50 ribu dampak ke inflasinya pasti besar sekali karena andil dan bobor rokok cukup besar," tuturnya.

Bahkan dia mengaku, BPS akan melakukan survei khusus untuk mengetahui pengaruhnya ke konsumsi masyarakat bila ‎harga rokok Rp 50 ribu per bungkus.

"Tapi kalau itu terjadi, pencandu rokok pasti cari alternatif misalnya hisap rokok elektrik atau bikin rokok klobot bagi orang miskin di perdesaan. Perlu diingat juga, harga rokok yang mahal akan memicu peredaran rokok ilegal tanpa dikenakan cukai," jelas Sasmito. (Fik/Gdn)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.