Sukses

Kenaikan Dana Bagi Hasil Cukai Rokok Bakal Untungkan Petani

Pengusaha tembakau meminta RUU Pertembakauan menjadi dasar regulasi untuk memangkas tata niaga tembakau.

Liputan6.com, Jakarta - Sebesar 75 persen dana cukai akan kembali ke petani tembakau untuk pengembangan infrastruktur pertanian. Ketentuan tersebut merujuk kepada RUU Pertembakauan yang kini digodok oleh DPR RI.

Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, RUU Pertembakauan akan menaikkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) dari dua persen menjadi 20 persen. Alokasi peruntukan dana bagi hasil ini meliputi tiga aspek. Yakni aspek infrastruktur pertanian tembakau, kesehatan, dan lingkungan.

”Dari 20 persen dana bagi hasil cukai, sebesar 75 persen akan kembali ke petani tembakau sebagai dana pengembangan infrastruktur pertanian. Sedangkan lima persen untuk aspek kesehatan, dan dua puluh persen untuk lingkungan," ujar Supratman dalam keterangannya, Selasa (20/9/2016).

Menaikkan dana bagi hasil cukai tembakau, lanjut Supratman, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan daya saing petani tembakau. Sebab, semangat RUU Pertembakauan adalah menggenjot produktivitas tembakau nasional guna menekan impor.

"Targetnya, delapan puluh persen kebutuhan tembakau nasional akan dipenuhi oleh petani lokal. Sementara impor hanya dua puluh persen," jelas Supratman.

Selama ini dana cukai termasuk besar. Pada 2017 diproyeksikan dana tersebut mencapai Rp 145 triliun, dari pencapaian sebelumnya sebesar Rp 138 triliun.

Jika RUU Pertembakauan disahkan tahun ini dan pasal dana bagi hasil disetujui naik menjadi 20 persen, maka pada 2017 akan ada angka besar dalam alokasi dana bagi hasil. Yakni Rp 29 triliun. Angka tersebut merupakan dua puluh persen dari dana cukai keseluruhan pada 2017, sebesar Rp 145 triliun.

Sementara itu, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo berharap RUU Pertembakauan menyentuh aspirasi petani tembakau. Dari aspek ekonomi, AMTI mengusulkan agar DBHCHT dialokasikan untuk memberikan insentif kepada petani.

Selanjutnya, AMTI meminta RUU Pertembakauan menjadi dasar regulasi untuk memangkas tata niaga tembakau. Selama ini, kata Budidoyo, tata niaga tersebut terlalu panjang.

"Pemberian insentif dan memangkas tata niaga akan menggairahkan petani untuk menanam tembakau. Di samping itu, mereka juga akan mendapatkan nilai tambah," ujarnya.

Kegairahan petani menanam menjadi kunci untuk menggenjot produksi, dan pada akhirnya mengurangi impor tembakau. Selama ini, menurut Budidoyo, kapasitas produksi tembakau Indonesia masih rendah.

"Produksi tembakau di Indonesia masih di bawah 1 ton per hektar. Bandingkan dengan Cina yang sudah mencapai 3 ton per hektar," kata Budidoyo. ‎(Yas/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini