Sukses

Pengusaha Keberatan Aturan Baru Soal Impor Sapi Indukan

Para pelaku usaha penggemukan sapi ini tidak memiliki kecukupan modal untuk melakukan proses pengembangbiakan sapi indukan.

Liputan6.com, Jakarta Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) keberatan terhadap kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang mewajibkan pelaku usaha penggemukan sapi (feedloter) untuk mengimpor sapi indukan.

Dalam kebijakan ini ‎nantinya setiap 5 sapi bakalan yang diimpor harus dibarengi dengan impor atau pengadaan 1 sapi indukan (rasio 1:5).

Direktur Eksekutif Gapuspindo Joni Liano mengatakan, kebijakan ini berpotensi merugikan para feedloter. Pasalnya para pelaku usaha penggemukan sapi ini tidak memiliki kecukupan modal untuk melakukan proses pengembangbiakan sapi indukan tersebut.

"Kalau disuruh 1:5, perusahaan penggemukan sapi ini secara teknis dari sisi permodalan tidak punya kemampuan," ujar dia di Jakarta, Rabu (28/9/2016).

Jono mengungkapkan, untuk melakukan pengembangbiakan ini, ‎feedloter harus menyediakan infrastruktur dan lahan yang cukup mendukung proses tersebut. Sedangkan selama ini proses penggemukan sapi mayoritas dilakukan dalam kandang atau yang tidak luas.

"Perlu mengubah infrastruktur kandang untuk melakukan pemeliharaan sapi indukan, itu butuh waktu.‎ Feedloter ini core bisnis penggemukan sapi, sangat beda dengan pengembangbiakan sapi. Meski pun orang awam melihatnya mudah, tapi teknisnya di kandang itu berbeda‎," kata dia.

Selain itu, proses pengembangbiakan sapi ini juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dengan demikian, balik modal usaha yang harusnya didapat oleh feedloter ini pun ‎dari proses pengembangbiakan sapi ini pun baru diterima dalam jangka panjang.

Sebagai contoh,‎ jika sebuah feedloter mendapatkan kuota impor sapi bakalan sebanyak 30 ribu ekor per tahun. Jika merujuk pada rasio 1:5, maka feedloter tersebut harus mengimpor atau melakukan pengadaan sapi indukan sebanyak 6.000 ekor.

Total nilai investasi untuk 6.000 ekor sapi indukan diperkirakan sebesar Rp 254,7 miliar dengan potensi kerugian yang harus ditanggung oleh feedloter selama masa pengembangbiakan yaitu 14 bulan mencapai Rp 21 miliar.

"14 bulan ini dipelihara sampai ada anak, itu belum lagi tambahan biaya dari anaknya sendiri, ini persoalan kita. Sehingga pas dihitung kita rugi dalam 14 bulan ini," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini