Sukses

Harga Minyak Kembali Jatuh di Bawah US$ 50 per Barel

Harga minyak sempat bergerak lebih awal menyusul laporan Departemen Tenaga Kerja AS yang menyebutkan kenaikan 156 ribu pekerjaan.

Liputan6.com, New York - Laju harga minyak mentah kembali tertahan, dengan posisi di bawah US$ 50 per barel.

Melansir laman Wall Street Journal, Sabtu (8/10/2016), harga minyak mentah untuk pengiriman November menetap 63 sen lebih rendah atau 1,25 persen menjadi US$ 49,81 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara Brent, patokan harga minyak internasional susut 58 sen, atau 1,1 persen ke US$ 51,93 pada ICE Futures Europe.

Harga minyak telah meningkat setelah Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada pekan lalu, sepakat untuk memotong output antara 200 ribu dan 700 ribu barel per hari,  dalam upaya mengurangi membanjirnya stok minyak global dan menurunkan harga selama lebih dari dua tahun.

Penurunan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS untuk minggu kelima berturut-turut juga mendorong harga pada minggu ini.

Meski turun, minyak mentah masih lebih tinggi dalam pekan ketiga berturut-turut, dengan beberapa pelaku pasar mengatakan harga minyak telah naik ke posisi tertinggi untuk saat ini.

"Saya pikir itu akan menjadi sangat sulit bagi pasar untuk mempertahankan karena beberapa fundamental yang berlaku dan beberapa skeptisisme," kata Andy Lebow, Partner senior di Commodity Research Group.

Sementara John Saucer, Wakil Presiden Penelitian dan Analisis di Mobius Risk Group, mengatakan katalis lain akan diperlukan untuk mendorong harga lebih tinggi.

"Ini lebih rendah karena pasar tidak memiliki tindak lanjut. Itu sesuatu yang tidak kekurangan dalam beberapa hari terakhir. Pasar perlu melihat sesuatu yang lain. Semua orang akan bertanya pada diri sendiri, apa berikutnya?," ujar dia.

Harga minyak sempat bergerak lebih awal menyusul laporan Departemen Tenaga Kerja AS yang menyebutkan  terjadi kenaikan 156 ribu pekerjaan pada September, jauh di bawah prediksi ekonom di 170 ribu.

Sementara WSJ Dollar Index, yang mengukur mata uang AS terhadap sekeranjang lain, turun sedikit.

Dalam beberapa bulan terakhir, nasib minyak terkait erat dengan mata uang AS. Melemahnya dolar membuat minyak mentah lebih murah bagi pembeli yang berurusan dalam mata uang asing, sehingga harga minyak sering naik ketika dolar jatuh.

Tapi minyak dan dolar telah berpisah baru-baru ini, di tengah harapan bahwa kesepakatan OPEC bisa menjadi sinyal perubahan mendasar dalam kebijakan Arab Saudi untuk mendukung pasar.

Chris Kettenmann, Kepala Strategi Energi Macro Advisors Risk, mengatakan bahwa poros OPEC bisa menempatkan harga minyak mentah lebih rendah.

Laju harga minyak juga tertahan komentar dari Menteri Energi Rusia Alexander Novak yang meredam harapan bahwa kesepakatan pemotongan produksi akan dibahas pada pertemuan kunci anggota OPEC di Istanbul pekan depan.

Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Sanusi Barkindo berencana untuk bertemu Novak untuk berkonsultasi, di sela-sela pertemuan puncak energi pekan depan, menurut sumber.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.