Sukses

Jonan: Tidak Ada Kekhususan untuk Freeport soal Hilirisasi

Kebijakan hilirisasi mineral menyangkut semua perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan kebijakan hilirisasi mineral bukan hanya mengincar PT Freeport Indonesia saja, tetapi semua perusahaan tambang mineral.

Jonan mengatakan, kebijakan hilirisasi mineral menyangkut semua perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia. Sedangkan Freeport merupakan bagian dari itu dan tidak ada kekhususan untuk Freeport.

"Gini loh ini yang dibahas itu hilirisasi, Freeport itu salah satu bagian dari stakeholder yang akan bisa mempunyai dampak terhadap kebijakan hilirisasi, kan itu. Nggak ada khusus Freeport," kata Jonan, di Jakarta, Jumat (28/10/2016).

Jonan mengaku akan melakukan percepatan amandemen Kontrak Karya pertambangan dan mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus. Dia menargetkan ‎selesai paling lama tahun depan.

"Ya itu tadi. Misalnya kontrak karya atau IUP khusus dan segala macam ini mesti dipercepat," tutur Jonan.

‎Terkait dengan kelonggaran ekspor mineral‎ olahan (konsentrat), Kementerian ESDM masih mencari celah untuk memberikan kelonggaran setelah batas waktu pelarangan ekspor berlaku pada 11 Januari 2017.

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, banyak pilihan instrumen untuk memberikan kelonggaran ekspor mineral mentah setelah 11 Januari 2017. Namun, saat ini instansinya sedang melakukan kajian untuk memilih instrumen yang tepat.

"Terkait dengan hiliriasi dan Undang-Undang Minerba atau berkaitan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 terus terang kita sedang mengkaji terbaik," kata Arcandra.

Menurut Arcandra, Pemerintah akan memberikan solusi terbaik untuk perkembangan hilirisasi mineral,‎ namun tetap memikirkan cara agar ekspor konsentrat masih bisa dilakukan setelah 11 Januari 2017, dengan memperpanjang batas waktu ekspor.

"Saat Januari 2017 maka tentu hilirisasi perlu kita kaji kembali apa solusi terbaiknya, salah satunya apakah mengubah merevisi Undang-Undang, atau Peraturan Pemerintahnya, hal seperti ini kita kaji supaya bermanfaat untuk penambangan maupun harga komoditas," jelas Arcandra.

Arcandra mengungkapkan, sebelumnya ekspor konsentrat telah dilonggarkan pada 2014 sampai 11 Januari 2017, karena melihat perkembangan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral ‎(smelter) belum menunjukkan kemajuan. Tetapi dikenakan bea keluar bertingkat sesuai kemajuan pembangunan smelter.

"Kondisi di lapangan tidak semua melaksanakan hilirisasi membangun smelter, bagaimana menyikapi ini tahun 2014 dilakukan diperbolehkan untuk mengekspor dengan syarat sudah ditetapkan bagi yang sudah bangun smelter dikenakan bea keluar," ungkap Arcandra.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.