Sukses

Donald Trump Menang, Waspadai Perang Dagang AS dan Tiongkok

Dalam kampanyenya, Donald Trump membawa tiga isu penting kebijakan perdagangan.

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan proteksionis Donald Trump sebagai presiden baru Amerika Serikat (AS) diprediksi mengubah lanskap perdagangan dunia. Hal ini akan berdampak buruk bagi negara-negara yang mengandalkan ekspor ke Negeri Paman Sam, terutama Tiongkok sebagai eksportir terbesar.

Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Tjahja Widayanti mengungkapkan, Donald Trump memiliki perbedaan visi dan misi dengan Presiden AS sebelumnya Barrack Obama. Dalam kampanyenya, Donald Trump membawa tiga isu penting kebijakan perdagangan.

Isu pertama, melakukan tindakan keras dan tegas ke Tiongkok yang dianggap telah memanipulasi mata uang untuk meningkatkan ekspor. Kedua, negosiasi ulang perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA), dan ketiga, menolak Trans Pacifik Partnership (TPP) yang akan menghancurkan industri manufaktur AS‎.

"Kebijakan yang bersifat proteksionis Donald Trump akan mengubah lanskap perdagangan global," ujar Tjahja saat menghadiri UOB Indonesia Economic Outlook di Grand Ballroom, Jakarta, Rabu (16/11/2016).

Dia menuturkan, apabila kebijakan perdagangan di kampanye konsisten diterapkan, maka akan memicu perang dagang antara AS dan Tiongkok. ‎"Terjadi perang dagang AS dan Tiongkok kalau kebijakan dagang ini konsisten diterapkan. Kemudian Tiongkok akan membalasnya," Tjahja menerangkan.

Dia mengatakan, kedua negara tersebut mempunyai pangsa pasar 23,6 persen dari total perdagangan internasional pada 2015. Secara langsung bisa berdampak negatif terhadap ekspor China yang berkontribusi 18,6 persen.

"Dampak lanjutannya jauh lebih besar karena banyak negara yang mengandalkan pasar Tiongkok, seperti Hong Kong, Jepang, Singapura, dan lainnya. Semakin terbatas akses China ke AS, permintaan ke mitranya di wilayah ASEAN," tutur dia.

‎Apabila hubungan dagang AS dan Tiongkok tidak stabil, Tjahja menilai, perdagangan Indonesia akan terganggu karena pangsa pasar China dan AS sebesar 20,8 persen. Isu lainnya, kata dia, AS akan melakukan negosiasi ulang NAFTA dengan Meksiko dan Kanada yang mempunyai pangsa pasar ke AS masing-masing 81,2 persen dan 76,7 persen.

"NAFTA antara AS, Kanada, dan Meksiko menyumbang 14 persen dari total ekspor. Sementara pangsa impor sebesar 13 persen. NAFTA disumbang paling banyak dari AS," tegas dia.

Sementara itu, pembatalan TPP secara keseluruhan, menurut Tjahja akan mengundang beragam reaksi dari AS maupun negara yang sudah menandatangani perjanjian ini. Pembatalan ini tentu akan menghilangkan potensi kontrak dagang.

"‎Tapi kalau TPP batal diimplementasikan, Tiongkok punya manfaat dagang lebih besar karena ada akses lebih luas. Bagi Indonesia, kita bisa bersaing dengan negara Asia lain di pasar AS, seperti produk perikanan dengan Vietnam dan sawit dengan Malaysia. Kita akan tetap berupaya meningkatkan ekspor‎," ujar Tjahja. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.