Sukses

2 Negara Ini Paling Terpukul dengan Kebijakan Donald Trump

Donald Trump digadang-gadang cenderung tertutup atau proteksi dalam menjalankan perekonomian AS.

Liputan6.com, Jakarta - Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) bakal menjadi tantangan tersendiri bagi sejumlah negara. Pasalnya, Donald Trump digadang-gadang cenderung tertutup atau proteksi dalam menjalankan perekonomiannya.

Termasuk dalam hal ini mengkaji kembali perdagangan bebas Trans Pasific Partnership (TPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, negara yang bakal terpukul apabila AS tidak melanjutkan TPP antara lain Vietnam dan Malaysia.

"Karena waktu TPP disampaikan, orang mengatakan Vietnam akan mendapatkan enjoy the benefit yang banyak sekali dari sisi dia ikut TPP, Malaysia juga dikatakan. Dua negara yang akan menikmati benefit paling besar TPP. Artinya kalau menjadi lebih tertutup dan proteksionis, mereka akan terpukul lebih cepat dalam hal ini," kata dia seperti ditulis di Jakarta, Sabtu (19/11/2016).
 
Kondisi ini berbeda dengan Indonesia. Sri Mulyani menuturkan, Indonesia cenderung lebih tahan karena memiliki beragam pasar. "Sementara Indonesia dari sisi diversifikasi pasar kita, melakukan lebih banyak Singapura, market bisa China, AS, Eropa," lanjut dia.
 
Menurut Sri Mulyani, hal yang lebih penting untuk diperhatikan ialah perkembangan ekonomi China. Dia mengatakan pertumbuhan ekonomi China justru memiliki dampak langsung terhadap permintaan barang di Indonesia.
 
"China harus diperhatikan karena mereka melakukan perubahan dalam model pertumbuhan ekonominya yang akan pengaruhi jumlah dan kualitas permintaan barang-barang dari seluruh negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, setuju saja, apapun yang dilakukan negara lain. Kalau lingkungan masih tidak pasti, maka kita harus mengelola ekonomi dengan pondasi dalam negeri lebih kuat," ungkap dia.
 
Sebelumnya, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden (Wapres), Sofjan Wanandi meminta pemerintah Indonesia melupakan rencana kerja sama perdagangan bebas dengan AS atau Trans Pasific Partnership (TPP). Alasannya, karena Presiden AS terpilih Donald Trump berjanji akan menjalankan kebijakan perdagangan proteksi.
 
"Dia (Trump) akan lebih proteksi terhadap AS karena mau mendorong ekonominya. Jadi saya tidak akan percaya TPP akan ada, makanya lupakan saja," kata dia.
 
Sofjan memperkirakan kerja sama perdagangan TPP tidak akan terjadi dalam satu sampai dua tahun ini. AS, baik pemerintah maupun anggota dewannya, tidak akan membuka peluang kerja sama tersebut.
 
"Jadi TPP berhentikan dulu, mending tidur saja karena pasti tidak akan keluar sama sekali. Paling yang sudah ada akan diubah sebab AS tidak akan mau, apalagi sekarang senat dipegang partai Republik," kata Sofjan.
 
Ia menjelaskan, dengan kebijakan proteksi ini, AS akan menghadapi mitra dagang utama yang besar. AS diperkirakan akan melakukan renegosiasi perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA) dengan Meksiko dan Kanada.
 
"Lalu setelah itu, dia akan melakukannya dengan mitra dagang besar lainnya, seperti China, Jepang, Korea, dan lainnya," tukas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.