Sukses

Begini Kondisi Peternak Sapi Perah di Indonesia

Harga susu saat ini tidak sebanding dengan biaya produksi yang terus meningkat. Bahkan tiga tahun terakhir harga semakin rendah.

Liputan6.com, Jakarta Produksi susu nasional yang kian melemah menjadi masalah yang mengkhawatirkan di Indonesia.

Sejak 10 tahun terakhir usaha peternakan sapi perah rakyat mengalami kemunduran ditandai berkurangnya populasi ternak dan lesunya produksi susu segar dalam negeri.

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) Agus Warsito mengatakan, fakta berbicara bahwa kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri untuk susu olahan saat ini ada di kisaran 3,8 juta ton.

Namun ironisnya, meski tren semakin naik tapi kemampuan  lokal memasok bahan baku susu segar  semakin rendah.

Dengan produksi mencapai 798 ribu ton, Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) hanya mampu memasok 18 persen dari kebutuhan nasional sehingga sebagian besar masih harus diimpor yaitu sebesar 3 juta ton atau 82 persen.

"Jika keadaan ini terus berlanjut, maka swasembada susu 40 persen yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2020 bisa tidak akan tercapai. Terlebih lagi bila ketahanan pangan serta kemandirian ekonomi yang dimaklumatkan oleh Nawacita hanya berhenti menjadi sebuah wacana," ujar dia dalam keterangannya, Kamis (24/11/2016).

Namun Agus meyakini masih ada solusi, yaitu melalui praktik peternakan yang baik serta regulasi yang berpihak dan melindungi para peternak sapi perah.

“Perlu ada kebijakan yang mewajibkan penyerapan susu segar dalam negeri sehingga mampu mendorong persaingan usaha yang sehat, dan harga pasar yang memadai,” dia menjelaskan.
 
Dia menyebutkan, pada tahun 1998, SSDN pernah menguasai 35 persen kebutuhan nasional. Angka ini terus turun menjadi 22 persen di tahun 2008 dan tinggal 18 persen di tahun 2016 ini.

Kedepannya, bila tidak ada kebijakan wajib serap, maka  produksi nasional akan semakin surut dan anjlok di tataran 13 persen-15 persen. Sebab, dari 95 importir susu bubuk dan 51 pabrikan susu yang saat ini ada, hanya 8 pabrikan susu yang menyerap susu segar dari peternakan rakyat. "43 pabrikan lainnya masih menggunakan 100 persen susu bubuk impor,” tambah Agus Warsito.

Sentosa, Perwakilan GKSI Jawa Tengah, serta Ketua KUD Mojosongo, Kabupaten Boyolali menyuarakan hal serupa. ”Saat ini KUD dan peternak tidak punya posisi tawar sama sekali. Akibatnya, harga susu semakin rendah. Dengan adanya regulasi yang mewajibkan penyerapan konten lokal, dengan sendirinya akan memicu meningkatnya kualitas dan kuantitas susu segar dalam negeri,” tegas dia.

Kabupaten Boyolali dikenal sebagai pusat peternakan sapi perah Jawa Tengah.  Di tahun 1990 saat masih ada kewajiban penyerapan susu lokal bagi industri pengelola susu, produksi susu Boyolali bisa mencapai 120 ton per hari, namun akhir-akhir ini hanya tinggal 62 ton per hari.

Dia menambahkan, harga susu saat ini tidak sebanding dengan biaya produksi yang terus meningkat. Bahkan tiga tahun terakhir harga semakin rendah.

"Saat ini harga susu di peternak masih di kisaran Rp 4.100-4.300/liter. Bila harga mencapai Rp 6.000  per liter, peternak sapi perah baru bisa menutup biaya produksi," tandas dia. (Nrm/Gdn)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.