Sukses

‎Produksi Rokok Diprediksi Merosot Jadi 340 Miliar Batang di 2017

Kementerian Keuangan memproyeksikan jumlah produksi rokok akan mengalami penurunan sekitar 5,78 miliar batang‎ menjadi 340,22 miliar batang.

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memproyeksikan jumlah produksi rokok akan mengalami penurunan sekitar 5,78 miliar batang‎ menjadi 340,22 miliar batang pada 2017. Penurunan yang berdampak ke penerimaan cukai ini akan terkompensasi dengan kenaikan tarif cukai rokok yang rata-rata 10,54 persen mulai 1 Januari 2017.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi, mengatakan dengan besaran tarif cukai yang sudah diumumkan rata-rata 10,54 persen, jumlah produksi rokok tahun depan diperkirakan lebih rendah dari tahun ini.

"Kita perkirakan jumlah produksi rokok 2017 akan turun 1,67 persen dibanding 2016. Karena estimasi kita produksi rokok di 2016 juga turun 1-2 miliar batang dari realisasi produksi sepanjang 2015 sebanyak 348 miliar batang rokok," katanya saat berbincang dengan wartawan di Sentul Bogor, seperti ditulis Senin (28/11/2016).

Dengan kata lain, produksi rokok tahun ini diperkirakan turun menjadi sekitar 347 miliar-346 miliar batang. ‎Sehingga dengan proyeksi turun 1,67 persen, produksi rokok di 2017 akan merosot sekitar 5,78 miliar batang menjadi 340,22 miliar batang rokok.

Dijelaskan Heru, tujuan penerapan cukai pada dasarnya untuk mengendalikan konsumsi dan peredaran rokok. Pemerintah sangat fokus dengan aspek kesehatan, termasuk jumlah produksi rokok, sehingga diharapkan produksinya semakin hari semakin turun dalam rentang waktu beberapa tahun ke depan.

"Jadi kita menerapkan kebijakan cukai (kenaikan tarif)‎ supaya terjadi penurunan produksi seperti yang sudah direncanakan," terangnya.

Lebih jauh kata Heru, penurunan produksi akan berdampak pada penerimaan cukai. Namun, akan terkompensasi dari kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 10,54 persen per 1 Januari 2017. Di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, penerimaan dari cukai dipatok Rp 157,2 triliun.

"Dikompensasi dengan kenaikan tarif cukai rokok, makanya kita targetkan kenaikan (penerimaan) Rp 9 triliun. Meski dari jumlah produksi rokok turun, tapi kan tarifnya naik dan kita juga akan menertibkan peredaran rokok ilegal," ujarnya.

‎Heru menuturkan, kebijakan tarif cukai rokok ditentukan beberapa faktor, mulai dari kesehatan, manufaktur, dan industri rokok yang merupakan industri padat karya dengan jumlah tenaga kerja cukup banyak, termasuk di dalam lingkarannya ada petani dan lainnya. Tarif cukai ditentukan juga mempertimbangkan penerimaan negara.

"Jadi kombinasi faktor itulah yang membuat kita menaikkan tarif cukai rata-rata 10,54 persen‎. Tapi melihat penerimaannya di belakang, karena tujuan paling penting mengurangi konsumsi dengan memperhatikan petani dan pekerja supaya masih bisa mencari nafkah, jadi tidak bisa drastis (penyesuaiannya) karena perencanaan harus komprehensif dan melibatkan asosiasi serta kalangan akademisi," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.