Sukses

Ini Cara Agar RI Lepas dari Ketergantungan Terhadap Dolar AS

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ‎meminta agar dolar Amerika Serikat (AS) tidak dijadikan patokan untuk mengukur perekonomian Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) ‎meminta agar dolar Amerika Serikat (AS) tidak dijadikan patokan untuk mengukur perekonomian Indonesia. ‎Negara ini harus lepas dari ketergantungan dolar AS, termasuk dalam transaksi perdagangan.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, dalam transaksi perdagangan, Indonesia bisa menggunakan acuan mata uang lain, terutama yang menjadi mitra dagang.

"Maksudnya supaya perdagangan kita tidak bergantung pada dolar AS. Jadi sebagian bisa menggunakan (mata uang lain) tapi itu tergantung transaksinya apakah dimungkinkan atau tidak," katanya usai menghadiri acara Anugerah Dana Rakca di Gedung Dhanapala, Jakarta, Rabu (7/12/2016).

Menurut Bambang, cara yang paling ampuh meminimalkan ketergantungan pada dolar AS, salah satunya dengan mengurangi impor. "Kurangi impor, itu paling bisa," ujar Mantan Menteri Keuangan itu singkat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution sebelumnya menegaskan, tidak mudah bagi rupiah lepas dari mata uang dolar Amerika Serikat dalam perdagangan internasional. Alasannya, dolar AS masih menjadi referensi utama perdagangan dunia.

"Itu tidak mudah lho, perlu persiapan khusus antar negara yang satu dengan lainnya. Tidak mungkin juga pakai kalkulator rupiah dengan dolar AS segini, dengan Baht segini, tidak semudah itu," jelasnya

Pengamat Ekonomi dari Universitas Padjajaran, Ina Primiana menilai, pernyataan Pre‎siden tersebut sebagai peringatan bagi para menterinya. Para pembantu Presiden ini harus menerjemahkannya ke dalam sebuah kebijakan yang mampu mendorong industri dalam negeri supaya ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS berkurang.

"Dengan kebijakan Trump, Presiden membaca ke arah mana perekonomian dunia. Jadi ini sebenarnya warning untuk para menteri, bagaimana membuat terobosan kreatif dan inovatif supaya ekonomi kita jalan terus. Jangan buat kebijakan yang kontraproduktif," jelas dia.

Ina berpendapat, masyarakat jangan selalu khawatir dengan pergerakan dolar AS, tidak terkungkung terus dengan masalah kurs dolar yang membuat panik saat dolar AS mengalami penguatan.

"Yang kira-kira memerlukan dolar AS banyak harus dikurangi, makanya kita harus bangun industri substitusi impor, memproduksi barang atau produk yang mampu mengurangi dolar AS ke luar," dia menerangkan.

Menurutnya, fundamental ekonomi Indonesia sangat kuat, pasar domestiknya menjadi incaran negara lain. Sementara Indonesia malah mengabaikannya. Dia mencontohkan, Korea yang sukses membangun industri di dalam negeri sehingga tidak bergantung pada dolar AS.

"Kalau rupiah dibanding mata uang lain, seperti Yuan, Won atau negara lain China, Korea, dan Asia Pasifik, kita masih bisa bersaing. Kalau dengan AS kan kita ibarat semut dan gajah, saat dolar AS naik, kita khawatir dengan impor dan utang," jelas Ina.

Dia menjelaskan, dengan kebijakan Trump diperkirakan membuat The Fed meningkatkan suku bunga acuannya. Itu akan menarik seluruh investor di pasar saham maupun pasar obligasi yang ada di Indonesia.

"Jadi kita harus menciptakan hal-hal produktif, yang bisa menarik devisa, investasi, mencari pasar lain. Kita harus mendatangkan uang masuk, ‎dan mengupayakan supaya investasi di pasar obligasi atau pasar uang lebih lama, tidak hit dan run," tandas Ina.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini