Sukses

Kenaikan Harga Minyak Ancam Industri Penerbangan

Saat ini seluruh maskapai tengah melakukan efisiensi demi bisa mengurangi biaya operasional. Kenaikan harga minyak akan kian memberatkan.

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia terus merangkak naik seiring kesepakatan negara-negara anggota OPEC dan non OPEC yang menyepakati pengurangan output.

Nampaknya kebijakan ini cukup menghantui industri penerbangan di Indonesia. Sekretaris Jendral ‎(Sekjen) Indonesian National Air Carriers Association (INACA) Teuku Burhanuddin mengungkapkan kenaikan harga minyak dunia akan ikut mendorong harga avtur.

"Tentu sangat berpengaruh ke avtur, karena avtur di Indonesia itu tidak disubsidi. Tentu cost itu sangat berpengaruh terhadap maskapai penerbangan," kata Teuku saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (13/12/2016).

Sebab itu, dia berharap kenaikan harga minyak tersebut tidak bertahan lama. Kalaupun ada kenaikan tidak akan terlalu signifikan.

Teuku mengungkapkan, sebenarnya saat ini seluruh maskapai penerbangan tengah melakukan efisiensi demi bisa mengurangi biaya operasional. Hanya saja jika harga avtur benar-benar naik, ada peluang pemerintah untuk merevisi aturan tarif batas atas dan batas bawah.

"Sebenarnya bisa juga antisipasinya dengan tarif itu kita minta untuk disesuaikan batas atas dan bawahnya," tegas dia.

Saat ini biaya bahan bakar di operasional pesawat menjadi yang paling dominan. Teuku mengaku 50 persen biaya operasional satu pesawat terserap hanya untuk avtur.

Harga minyak dunia naik ke posisi tertinggi dalam 18 bulan pada hari ini, setelah OPEC dan anggota non OPEC mencapai kesepakatan pertama mereka sejak 2001 untuk bersama-sama mengurangi output produksi guna mengatasi membanjirnya pasokan global.

Melansir laman Reuters, Selasa (13/12/2016), harga minyak mentah berjangka AS ditutup naik US$ 1,33 menjadi US$ 52,83 per barel. Itu merupakan kenaikan tajam sepanjang hari ini sebesar 2,6 persen.

Meski harga kemudian turun di akhir hari dengan hanya mencatat kenaikan 98 sen menjadi US$ 52,48 per barel.

Sementara harga minyak berjangka Brent ditutup naik US$ 1,36 menjadi US$ 55,69 per barel atau bertambah 2,5 persen, setelah mencapai puncak tertingginya sejak Juli 2015 di posisi US$ 57,89 per barel.

Harga minyak menguat usai pada Sabtu pekan lalu, produsen non OPEC yang dipimpin Rusia akhirnya sepakat untuk ikut mengurangi output sebesar 558 ribu barel per hari, dari target 600 ribu barel per hari. Meski tak sesuai target, namun angka ini masih menjadi kontribusi terbesar yang pernah ada dari non-OPEC.(Yas/nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.