Sukses

Kenaikan Produksi Beberapa Negara Bikin Harga Minyak Jatuh

Harga minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman Februari turun US$ 1,14 atau 2,2 persen.

Liputan6.com, New York - Harga minyak merosot pada perdagangan selasa ke level terendah dalam satu bulan terakhir. Investor mempertanyakan realisasi kesepakatan OPEC untuk memangkas produksi mulai awal 2017.

Mengutip Wall Street Journal, Rabu (11/1/2017), harga minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman Februari turun US$ 1,14 atau 2,2 persen ke level US$ 50,82 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sedangkan harga minyak mentah Brent, yang merupakan patokan global, kehilangan US$ 1,30 atau 2,4 persen ke level US$ 53,64 per barel di ICE Futures Europe. Harga minyak light sweet dan Brent telah turun sekitar 6 persen hanya dalam dua sesi perdagangan.

Wall Street Journal mencatat bahwa Libya tidak ikut dalam kesepakatan OPEC untuk memotong produksi. Negara tersebut telah memproduksi minyak mentah lebih dari tiga kali lipat dari biasanya dalam enam bulan terakhir.

Sedangkan data beberapa hari terakhir juga menunjukkan Iran dan Irak mengalami pertumbuhan ekspor minyak. Hal tersebut membuat para investor gugup apakah memang kesepakatan yang telah dibuat pada November 2016 kemarin bisa dijalankan dengan benar.

Beberapa investor melihat bahwa kesepakatan OPEC belum bisa mengurangi kelebihan pasokan yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir. Perlu kebijakan yang lebih besar untuk bisa menanggulangi penurunan harga miyak yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir.

Untuk diketahui, anggota OPEC dan juga beberapa negara eksportir minyak di luar OPEC sepakat untuk memangkas produksi hampir 1,8 juta barel per hari atau lebih dari 1 persen jumlah pasokan global.

Namun ada beberapa negara yang mendapat pengecualian. Negara tersebut adalah Libya dan Iran. Hal tersebut mengingat adanya konflik sipil di negara tersebut dan juga karena pertimbangan ekonomi.

Sedangkan Irak diperbolehkan untuk mengurangi produksi dalam jumlah yang lebih kecil jika dibandingkan dengan beberapa negara lain.

"Ternyata dengan kesepakatan tersebut, produksi masih tetap banyak," jelas Anggota Tyche Capital Advisors LLC, Tariq Zahir. Semua pemotongan produksi tersebut ternyata dapat digantikan dengan produksi dari Libya. (Gdn/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini