Sukses

Ada Tanaman Beracun Kurangi Konsumsi BBM, Ini Komentar Pertamina

Pohon jarak pagar yang sudah diolah dapat dicampur dengan solar sehingga kurangi penggunaan solar.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha yang ditugasi menyalurkan Bahan Bakar Minyak (BBM) mengaku belum‎ bisa menyerap Bahan Bakar Nabati (BBN) yang berasal dari pohon jarak pagar (jatropha curcas) sebagai campuran solar.

‎Sekretaris Dewan Komisaris Pertamina Geothermal Andianto Hidayat mengatakan, Pertamina hanya bisa menyerap BBN untuk campuran BBM yang perusahaannya sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

‎"Kami hanya bisa membeli dari badan usahan yang sudah terdaftar di Ditjen EBTKE. Saya tidak tahu ada atau tidak produsen jatropha curcas yang terdaftar," kata Andianto, dalam sebuah diskusi penyerapan BBN, di Sarinah, Jakarta, Senin (6/2/2017).

Andianto menuturkan, meski tanaman tersebut memiliki banyak keunggulan, tetapi ada peraturan yang mengharuskan Pertamina membeli BBN yang akan dicampur ke BBM ke perusahaan yang sudah terdaftar.

"Meski waktu itu tanaman cepat, bioplasma. Pertamina tidak mungkin beli langsung ke masyarakat atau ke produsen kecil itu, akhirnya ada gap antar produsen," ujar dia.

 

Sebelumnya Pakar Bahan Bakar Nabati (BBN) Rudi Wahyono mengatakan, pohon jarak pagar yang sudah diolah bisa dicampur dengan solar, dapat mengurangi penggunaan solar. Hal ini seperti minyak sawit yang diubah menjadi biodiesel.
‎
Rudi mengungkapkan, penggunaan jarak pagar untuk campuran solar lebih baik dari pada biodiesel. Dia menyebutkan cetane number campuran jarak pagar kurang dari 48 dan kandungan sulfurnya 0,24 persen, sedangkan cetan number biodiesel 52 dan kandungan sulfurnya 0,1 persen. Cetane number atau disebut angka setana ini merupakan ukuran yang menunjukkan kualitas dari bahan bakar untuk diesel.

"Salah satu gambaran minyak jatropha dibanding dengan biodisel, yang dipakai sekarang," ucap Rudi.

Rudi menuturkan, tanaman tersebut mengandung racun, karena itu para petani membutuhkan keahlian khusus untuk mengolahnya, tetapi untuk menanamnya tidak sulit. Jika dipatenkan menjadi campuran solar, bisa menciptakan lapangan kerja baru. Namun, saat ini penggunaan tanaman tersebut belum dilirik sebagai strategi untuk mengurangi ‎konsumsi BBM.

‎"Kalau jadi suatu hal banyak hasilnya jadi suatu lahan padat karya, seperti teh. Kalau dibiarkan saja dia potensi jadi gulma penganggu. Dia bisa tumbuh di mana saja," tutur Rudi.

 

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini