Sukses

Pemerintah Masih Koordinasi untuk Impor Gas Industri

Menteri ESDM Ignasius Jonan menuturkan, impor gas bagi kebutuhan kelistrikan sudah diizinkan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menuturkan, pihaknya masih menunggu rapat dengan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution untuk memutuskan aturan impor gas bagi industri.

"Untuk industri, keputusan Bapak Presiden waktu itu dirapatkan di Menko Perekonomian. Jadi, kami ini lagi nunggu," ujar dia, seperti dikutip dari laman Antara, Senin (13/2/2017).

Ia mengatakan, keputusan itu akan diputuskan dalam rapat yang dikoordinir Menko Perekonomian karena melibatkan banyak kementerian dalam mengambil keputusannya.

"Karena menyangkut banyak kementerian. Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, lalu BKPM dan sebagainya, dan ESDM juga," tutur dia.

Untuk impor gas bagi kebutuhan kelistrikan, Jonan mengatakan sudah diizinkan apabila harga gas di pelabuhan penjual itu melebihi 11,5 persen ICP (Indonesia Crude Price) di bulan transaksi dilakukan.

"Misalnya, di Januari ICP-nya sudah terbit, biasanya ICP diterbitkan akhir bulan. Itu ICP-nya adalah 51,88 dolar AS. Jadi, kalau melebihi 11,58 persen dari itu, PLN boleh aja impor. Memang impor gas untuk listrik itu sudah ada," tutur dia.

Menteri ESDM mengatakan, impor gas tersebut untuk kelistrikan diperbolehkan karena arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tarif listrik itu harus bisa selalu terjangkau oleh masyarakat.

"Jadi, kalau bisa listrik itu, tarifnya itu jumlah kapasitas yang disalurkan oleh PLN itu makin besar dan makin merata, ya masyarakat bisa lebih menjangkau," kata dia.

Jonan menambahkan, pihaknya mengatur hal tersebut, yakni tidak melebihi 11,5 persen ICP agar bahan energi dasarnya tidak terlalu tinggi, sehingga tarif listrik bisa dijangkau publik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini