Sukses

Menaker Akui Sudah Terima Laporan PHK Massal oleh Freeport

Freeport Indonesia mengklaim melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawainya pekan depan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Hanif Dhakiri mengakui bahwa pihaknya telah menerima laporan rencana PT Freeport Indonesia melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran oleh PT Freeport Indonesia. PHK tersebut merupakan ancaman perusahaan tambang raksasa kepada pemerintah Indonesia sebagai akibat belum bisanya Freeport mengekspor konsentrat.

"Laporan sementara (PHK) sudah ada. Laporannya dari hasil koordinasi Kementerian dengan dinas tenaga kerja yang ada di sana (Papua)," tegas Hanif usai menghadiri acara Peluncuran Laporan Ketimpangan di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (23/2/2017).

Saat dicecar pertanyaan lebih lanjut mengenai jumlah karyawan Freeport yang akan dirumahkan, Hanif mengatakan harus memverifikasi kembali data atau laporan yang masuk ke Kemenaker. Termasuk apakah memecat karyawan kontrak atau tetap.

"Saya harus verifikasi lagi laporannya dengan kejadian di lapangan. Saya harus cek lagi, saya tidak berani berspekulasi karena saya baru pulang dari Manila," ucap Hanif.

Dia mengagendakan pertemuan dengan serikat pekerja Freeport Indonesia, besok (24/2/2017). ‎Pertemuan ini, katanya, semacam audiensi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Saya besok akan ketemu dengan serikat pekerja Freeport Indonesia untuk membicarakan tentang itu (PHK). Ini baru audiensi dengan teman-teman, karena kita berupaya mendorong proses-proses dialog antara Freeport dan pekerja," tutur Hanif.

Sebelumnya pada awal pekan ini, Freeport Indonesia mengklaim melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawainya pekan depan. Hal tersebut sebagai langkah efisiensi untuk mengurangi pengeluaran perusahaan karena tidak bisa mengekspor mineral olahan (konsetrat).

Chief Executive Officer dan President Freeport-McMoRan Inc, Richard C. Adkerson, mengatakan ‎setelah tidak bisa melakukan ekspor konsentrat dan memurnikan konsentratnya, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut melakukan efisiensi. Ini agar kinerja keuangan perusahaan tetap normal.

‎"Kami lakukan sedikit kegiatan tambang untuk melindungi operasi. Kami melakukan kegiatan menjaga lingungan di sekitar tambang dan menstok pembayaran pelaksanaan kapital,‎" kata Adkerson di Jakarta, Senin (20/2/2017).

Adkerson mengungkapkan, langkah efsiensi berupa mengurangi keiatan operasi tersebut akan berujung pada PHK pekerja kontrak, yang akan dilakukan pada pekan depan. PHK karyawan tidak hanya dilakukan pada pekerja nasional, tetapi juga ekspatriat. Sebab, Freeport tidak ingin ‎terkesan memihak pekerja asing.

‎"Pengurangan karyawan, kira-kira di bawah 10 persen, di bawah ekspatriat kita yang bekerja. Jadi untuk menunjukkan bahwa kita tidak ada perbedaan dengan karyawan nasional. Ekspatriat kita bagian kecil dari karyawan nasional. Sekitar 98 persen nasional, termasuk cukup besar dari Papua," ucap Adkerson.

Adkerson menuturkan, saat ini ada 32 ribu pekerja di Freeport Indonesia yang terdiri atas 12 ribu pekerja tetap dan sisanya adalah kontrak.‎ Dia menegaskan, hal ini terpaksa dilakukan dan bukan aksi Freeport untuk menekan pemerintah.

"Saya sangat sedih menghadapi kenyataan. Ini adalah bukan untuk bernegosiasi dengan pemerintah, tapi kami harus mengurangi biaya supaya dapat beroperasi secara finansial," tutur Adkerson.

Adkerson mengungkapkan, ‎perusahaan tidak bisa melakukan ekspor konsentrat sejak 10 Januari 2017. Hal tersebut diperparah dengan tidak beroperasinya fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smeter) milik PT Smelting Gresik, tempat Freeport memurnikan konsentrat tembaganya karena aksi mogok karyawannya. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini