Sukses

Selain Perubahan Iklim, Ini Ancaman Terbesar Industri Pangan

Ancaman-ancaman terhadap kesehatan manusia menjadi semakin kompleks dan tidak dapat dipecahkan oleh hanya satu sektor saja.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyusun rencana aksi untuk pengendalian ancaman Resistensi Antimikroba (AMR) yang tanpa mengenal batas-batas geografi dan berdampak pada kesehatan masyarakat, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PHK), I Ketut Diarmita menjelaskan, ancaman Resistensi Antimikroba harus dipandang sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan ketahanan pangan, khususnya bagi pembangunan di sektor peternakan dan pertanian.

Pertumbuhan populasi dunia, globalisasi dan degradasi lingkungan yang sangat cepat, ancaman-ancaman terhadap kesehatan manusia menjadi semakin kompleks dan tidak dapat dipecahkan oleh hanya satu sektor saja.

"Ancaman-ancaman lain terhadap masyarakat global seperti perubahan iklim, dan kerawanan pangan dan gizi semakin menambah ancaman-ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan kita," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/3/2017).

Untuk mengendalikan ancaman Resistensi Antimikroba, diperlukana Konsep One Health. Konsep ini memastikan seluruh pemangku kepentingan dilibatkan dalam menyelesaikan masalah secara menyeluruh.

Pendekatan One Health mencakup pemikiran bahwa permasalahan yang memberikan dampak kepada kesehatan manusia, hewan dan lingkungan dapat diselesaikan secara efektif melalui komunikasi dan kolaborasi yang lebih baik diantara para pemangku kepentingan dari berbagai disiplin ilmu dan kelembagaan, menuju pada masyarakat yang lebih sehat dan bahagia.

Ketut menegaskan, Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, tentu harus dapat berkontribusi dalam pengendalian Resistensi AMR. Kementan sedang memfinalisasikan dokumen Rencana Aksi Nasional Indonesia yang merupakan hasil pemikiran dan konsep bersama dari berbagai sektor yang sejalan dengan 5 tujuan strategi global.

Pertama, meningkatkan pemahaman, kepedulian dan kesadaran terkait resistensi antimikroba. Kedua, memperkuat pengetahuan dan basis data (evidence) melalui surveillans dan penelitian.

Ketiga, melakukan upaya pencegahan infeksi yang efektif melalui penerapan higiene, sanitasi, dan biosecurity. Keempat, mengoptimalkan penggunaan antimikroba.

"Kelima, mengembangkan investasi yang berkelanjutan berbasis ketersediaan sumber daya lokal dalam penemuan obat-obatan baru, alat diagnostik, vaksin dan intervensi lainnya dalam upaya pengobatan," Ketut menutup. (Gdn/Ndw)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.